Fiat Voluntas Tua

Mr. Nobody – How Low Can You Go : Belajar Dari Henri Nouwen

| 0 comments

Renungkanlah oleh Anda betapa bahagia dan betapa bangganya perasaan seseorang apabila ia bisa diterima sebagai mahasiswa di universitas yang bergengsi seperti Yale atau Harvard University di USA. Tentunya lebih hebat lagi adalah orang-orang yang bisa menjadi guru besar di Universitas tsb.

Mr Henry adalah seorng guru besar bukan saja di kedua universitas tsb diatas melainkan juga di Universitas Notre Dame.

Ia begitu disegani oleh rekan-rekan maupun para mahasiswanya sebagai orang pinter yang terpandang.

Jadi sudah benar-benar berada di puncak kedudukan kariernya seorang ilmuwan.

Pada saat dimana ia sedang berada di puncak karier kehidupannya, tiba-tiba ia merubah arah hidupnya !

Ia telah merubah arah kehidupannya bukannya untuk UPWARD lagi melainkan ingin DOWNWARD.

Ia melepaskan seluruh jabatannya di ketiga universitas bergengsi tsb.

Ia melepaskan ribuan siswa-siswinya untuk diganti hanya oleh 10 orang siswa lainnya.

Bahkan untuk para siwa barunya ini ia mengabdikan dirinya 24 jam sehari.

Disitu ia telah benar-benar turun menjadi Mr Nobody.

Disitu tidak ada seorang pun yang mengenal dia, bahkan tidak ada seorang pun yang pernah membaca buku hasil karyanya.

Begitu juga tidak ada seorang pun yang merasa kagum terhadap dirinya sebagai guru besar yang memiliki gelar sepanjang 1 meter.

Disitu ia benar- benar menjadi Mr. Nobody tulen.

Masalahnya semua anak didiknya sekarang ini adalah anak-anak yang cacad mental.

Melalui anak-anak cacat tsb baru dia menyadari, bahwa segala prestasi yang pernah diraih sebelumnya itu, tidak ada manfaatnya sama sekali dalam pergaulannya dengan mereka.

Boro-boro bisa membaca dan menulis, mandi sendiri pun mereka sudah tidak mampu lagi.

Dari guru besar dihadapan ratusan siswa berubah menjadi pelayan untuk melayani anak-anak cacad. Dimana setiap harinya ia harus membersihkan badan mereka dari kotoran-kotorannya.

Bantu menyikat gigi maupun mencukur jenggot mereka dan juga membantu memakai pakaiannya sebelumnya diletakkan di kursi rodanya.

Salah satu diantaranya adalah seorang pemuda yang bernama Adam.

Bagi kebanyakan orang Adam itu sudah benar-benar tidak berguna sama sekali, sehingga sebenarnya percuma saja ia dilahirkan juga.

Adam walaupun usianya sudah mencapai 25 tahun, tapi ia masih harus dirawat seperti layaknya seorang bayi.

Ia tidak bisa makan maupun minum sendiri, sehingga untuk ini ia harus menyuapi dan menunggunya dengan sabar.

Buang air besar pun tidak bisa, maka dari itu setiap hari ia harus mencuci celana maupun badannya yang penuh dengan kotoran yang bau.

Ia juga seorang penderita epilepsi yang parah sehingga badannya sering menjadi kejang dan kaku.

Pekerjaan yang tidak ringan maupun mudah dan terlebih lagi membutuhkan banyak kesabaran.

Untuk ini tidak ada penghargaan maupun ucapan terima kasih dari Adam, sebab boro-boro bisa berbicara, senyum atau menangispun Adam sudah tidak bisa lagi.

Hanya sekali pernah terlihat dimana Adam mengeluarkan air mata yang mengalir di pipinya.

Mungkin bagi orang lain apa yang dilakukan Henry sekarang ini adalah pekerjaan orang rendahan dan tiada artinya sama sekali, tetapi bagi dia bahkan masa hidup yang sekarang inilah yang terpenting di dalam kehidupannya.

Henry pernah mengutarakan bahwa ia telah  mendapatkan banyak sekali berkat dari pelayanannya ini.

Ia menilai bahwa dari fisik dan pikiran Adam muncul seorang manusia yang paling baik yang telah menawarkan dan memberikan kepada dia suatu hadiah yang paling indah daripada apa yang bisa ia berikan kepadanya ialah pelajaran tentang cinta kasih.

Dari situlah ia merasa bahwa sebenarnya yang didapat dari Adam ialah untuk belajar melayani, bersabar maupun berbagi kasih yang tak berkesudahan.

Apa yang diucapkan oleh Henry ini bukannya hanya sekedar basa-basi, sebab untuk ini ia telah menulis satu buku khusus, mengenai hikmah dan pelajaran apa saja yang telah ia dapatkan dari Adam dalam bukunya “Adam´s Peace”.

Bayangkan saja ia seorang guru besar dari universitas bergengsi, ternyata telah bisa menimba ilmu dari anak-anak cacad.

Anak-anak cacad tsb telah berhasil mengajarkan kepada Henry apa artinya cinta kasih itu.

Terlebih lagi disitulah baru ia menyadari, bahwa bahwa apa yang membuat kita menjadi manusia, bukanlah gelar, harta, maupun jabatan kita.

Begitu juga bukanlah otak kita, tapi hati kita !

Bukan kemampuan kita berpikir, tetapi kemampuan kita untuk mengasihi.

Henry telah turun menjadi Mr Nobody dimata dunia, tetapi dilain pihak ia telah berhasil menjadi VIP dimata Sang Pencipta.

Mr. Henry Josef Michael Nouwen (1932 – 1996) dengan sengaja telah meninggalkan komunitas orang-orang hebat dan bergengsi untuk memilih hidup di komunitas anak-anak cacad di L´Arche Daybreak di Toronto.

Ia melayani disitu terus sampai dengan akhir hayatnya.

Ia juga seorang penulis buku rohani.

Lebih dari 40 buku rohani yang pernah ia tulis salah satu bukunya yang paling banyak dibaca ialah:

“Inner Voice of Love”.

Menurut ukuran dunia keberhasilan seseorang diukur berdasarkan keberhasilan maupun ketinggian yang bisa diraih oleh orang tsb dengan motto “How high can you fly ?”

Beda dengan dunia kerohanian.

Disana berlaku motto kebalikannya ialah “How low can you go ?”

Jalan Ilahi adalah jalan yang menurun kebawah. ~ Sumber: milis tetangga

Leave a Reply

Required fields are marked *.