Fiat Voluntas Tua

Jangan Membunuh… Termasuk Membunuh Karakter Seseorang

| 0 comments

“Janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh”
Dengan kecanggihan teknologi informasi saat ini, rasanya kasus pembunuhan yang paling sadis dan sulit dibuktikan secara adil adalah pembunuhan karakter. Dengan mudahnya seseorang mendapatkan info tentang orang lain lalu menyebarkannya via milis, SMS atau BBM, masih lagi lewat FB dan twitter. Walhasil ‘merek’ yang disandang orang tertentu begitu cepatnya menyebar tanpa pernah bisa dibentung. Dikoreksi? bagaimana caranya dan harus mulai dari mana? Hal yang demikian tentu tidak membuat kita bisa siap untuk membela diri karenanya. Demikianlah yang dialami anak saya saat kelas V SD dimana ia mulai menggunakan Facebook seperti juga teman-temannya. Mereka saling me-ngetag dan merequest friend satu sama lain. Sehingga apa yang dilakukan seseorang dapat diketahui yang lainnya. Hal ini tidak menjadi masalah sampai mulai munculnya pendapat-pendapat yang bernada negatif.Saya menilai wajar-wajar saja kalau foto kami sekeluarga berliburan, saya tag ke anak-anak via facebook. Hanya ingin menjadikannya sebagai album keluarga dimasa muda mereka. Siapa tahu nanti cucu-cucunya bisa melihat betapa meriahnya liburan bersama keluarga. Hampir semua foto-foto kami sekeluarga ada di FB.Sampai pada suatu hari, ia berkata pada saya: Bunda, tolong jangan tag saya lagi di facebook, I quit already. What???!!! Why?? Sempat kaget juga mendengarnya, karena sebelumnya saya sering melihat dia chatting di FB dengan teman-temannya. Kami memang menempatkan komputer di ruang tengah, tidak di kamar tidur mereka. Sehingga bisa terlihat apa yang mereka lakukan didepan komputer. Rupanya peer pressure begitu kuatnya, sehingga komentar-komentar negatif justru sering diterimanya. Tidak dari FB saja, tapi justru disampaikan di kelas saat istirahat di sekolah. Beberapa kali ia menjadi bulan-bulanan gara-gara saya upload foto-foto liburan. Sebenarnya kejadiannya biasa saja menurut saya, teman-temannya menggoda dengan mengatakan … cieee… yang baru habis liburannn. Tetapi mungkin juga kata-kata yang didengarnya bisa lebih dari apa yang dikisahkannya kepada saya. Perkataan teman-temannya membuatnya tidak nyaman.Akhirnya ia memutuskan untuk menutup account FB nya. Saya menghargai keputusannya kalau itu memang membuatnya lebih nyaman. Saya merasa ikut bersalah karena mengijinkannya ikut-ikutan main Facebook, tanpa menyadari dampak sampingan pada perkembangan kepribadiannya. Kalau melihat-lihat FB teman-teman sebayanya, memang miris juga. Betapa mudahnya anak-anak usia belasan tahun saling mencaci maki di wall teman-temannya. Weleh… apa bapak-ibunya tahu apa yang dilakukan dan dialami anak-anaknya? Tidak heran kalau ada anak-anak yang merasa putus asa di bully habis-habisan via FB.

Untuk kita yang sudah dewasa, tentu bisa memilah dan memilih mana hal yang bisa ditanggapi dan tidak perlu ditanggapi. Tidak perlu semua komentar orang lain menjadi ‘concern’ dan menghantui pikiran kita. Di satu sisi kita bisa melihatnya sebagai masukan untuk membuat perbaikan dan peningkatan diri. Disisi lain kita juga melihat apakah pernyataan tersebut relevan dan patut ditanggapi. Kita juga harus berhati-hati atas apa yang kita ucapkan (dan kita ketik) terhadap orang lain. Kita tidak bisa menarik ucapan yang sudah terlontar sehingga melukai hati orang lain. Bagi anak-anak menghadapi komentar teman-temannya ini tentu tidak mudah, terlalu berat bagi mereka yang mengganggap pertemanan adalah segalanya. Memang tidak mudah menyenangkan dan memuaskan hati setiap orang. Tapi apakah itu yang menjadi tujuan hidup kita? ingin terlihat baik dihadapan manusia?

Injil hari ini mengingatkan kita untuk menentukan skala prioritas dalam hidup. Siapa yang kita ikuti dan teladani dalam hidup. Baik dengan perkataan dan perbuatan. Jangan jadi hipokrit, munafik. Jangan jadi simpatisan katolik terus menerus tanpa berani mengambil keputusan untuk menjadi murid Kristus dengan dibaptis. Hanya karena mendengarkan pertimbangan orang lain yang menilainya belum pantas menjadi Katolik. Menjadi pengikut Kristus adalah proses pertobatan berkesinambungan, pendewasaan iman berkelanjutan…. dari hari kehari, dari masa ke masa. Bukan tergantung dari apa kata orang.

Maka menjadi murid Kristus kita harus berani menyatakan diri. Dengan teguh siap mempertahankan iman yang diyakini benar. Siap dengan memilih perkataan dan tindakan yang benar. Tidak perlu takut dengan ancaman pembunuhan badan apalagi pembunuhan karakter. Orang lain sebenarnya bisa melihat buah perbuatan kita. Apakah kita bisa dipercaya, apakah kita memiliki komitmen dan keteguhan serta prinsip yang kuat. Kalau memang kita belum dinilai siap, tidak heran kalau banyak yang memilih mundur, atau paling tidak hanya berani mengaku sebagai katolik KTP. Mengaku katolik hanya pada saat menyerahkan KTP, tetapi dalam keseharian belum menunjukkan keteladanan Kristus dalam dirinya. Semoga kita semakin hari semakin bertumuh dalam pengenalan akan Kristus, dan semakin bertumbuh dalam kasih serta pengharapan. Semoga kita juga diberi rahmat dan bimbingan untuk menjadi orang tua yang baik yang dapat mengarahkan anak-anaknya agar tidak saling ‘membunuh’ karakter teman-temannya dengan perkataan yang menyakitkan.

======================================================================================
Bacaan Injil Luk 12:1-7

“ Sementara itu beribu-ribu orang banyak telah berkerumun, sehingga mereka berdesak-desakan. Lalu Yesus mulai mengajar, pertama-tama kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: “Waspadalah terhadap ragi, yaitu kemunafikan orang Farisi. Tidak ada sesuatu pun yang tertutup yang tidak akan dibuka dan tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi yang tidak akan diketahui. Karena itu apa yang kamu katakan dalam gelap akan kedengaran dalam terang, dan apa yang kamu bisikkan ke telinga di dalam kamar akan diberitakan dari atas atap rumah. Aku berkata kepadamu, hai sahabat-sahabat-Ku, janganlah kamu takut terhadap mereka yang dapat membunuh tubuh dan kemudian tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Aku akan menunjukkan kepada kamu siapakah yang harus kamu takuti. Takutilah Dia, yang setelah membunuh, mempunyai kuasa untuk melemparkan orang ke dalam neraka. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, takutilah Dia! Bukankah burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak seekor pun dari padanya yang dilupakan Allah, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Karena itu jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.