Fiat Voluntas Tua

Bapa Kami Yang Ada Di Surga…. Juga ada Bersama Kami

| 0 comments

“Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya”
Rasanya aneh kalau ada orang Katolik yang tidak tahu doa Bapa Kami. Itulah doa yang pertama diajarkan orang tua saat kita kecil selain Salam Maria. Saking biasanya mendaraskan doa Bapa Kami, sering hanya diucapkan di bibir saja dengan pikiran melayang kemana-mana dan hatipun tidak mengarah kepadaNya. Kita sering kurang menyadari kuasa dari satu-satunya doa yang diajarkan Kristus pada murid-muridNya. Berikut ini adalah kesaksian suami saya bagaimana doa Bapa Kami membawanya menjadi pengikut Kristus.

Saat kami masih berpacaran, kami sempat terpisah beberapa tahun karena tinggal di antara dua benua. Hadi mendapat tugas belajar di sebuah lembaga riset penerbangan di Jerman dan saya masih kuliah di Bandung. Saya tidak berani mengambil komitmen untuk melanjutkan pada hubungan yang lebih serius saat itu apalagi kami berbeda iman.  Saat itu saya menjawab padanya, bagi saya pernikahan hanya satu kali seumur hidup dan hanya di gereja katolik yang saya imani. Tetapi kamu jangan jadi pengikut Yesus karena motivasinya ingin hidup bersama dengan saya. Demikian pula sebaliknya, kalau memang ia ingin menjadi pengikut Kristus, pasti karena panggilanNya. Ia sendiri yang memilih dan memanggil kita, bukan kita yang memilihNya. Maka jadilah pengikutNya dengan setia walaupun tidak (jadi) menikah dengan saya karena Yesus sampai kapanpun tidak pernah bersalah. Sedangkan saya hanyalah manusia yang  suatu saat nanti bisa bersalah, kamu bisa saja ikut  menyalahkan dan meninggalkan Yesus karena kesalahan saya.

Rupanya selama kami berpisah, hadi mengalami peristiwa iman  yang menyadarkannya bahwa Yesus sungguh nyata hadir dalam hidupnya. Ia mengalami depresi di tempatnya bekerja. Bisa dibayangkan betapa takutnya ia yang harus mengikuti penerbangan testing (flight test) setiap harinya. Naik pesawat kecil dengan berbagai manufer dan simulasi penuh dengan berbagai alat test. Terbang dengan seolah-olah pesawat bermesin empat, dimatikan dua. Terbang lagi dengan 3 mesin mati satu. Belum lagi simulasi cuaca dsb. Tidak ada teman yang dikenalnya karena ia tidak bisa berbahasa Jerman sementara ia hanya bisa berbahasa inggris. Ditempatnya bekerja yang jauh dai mana-mana memang digunakan bahasa Inggris, tetapi ia tinggal di kampung dekat bandara disebuah desa kecil bersama keluarga Jerman. Dalam ketakutannya ia tidak memiliki teman berbagi, telpon pun mahal, internet belum ada. Yang bisa dilakukan hanyalah menulis surat pada saya berlembar-lembar setiap harinya. Ia sungguh mencari jawaban dalam mengatasi kekalutan dan ketakutannya, ia membutuhkan kedamaian hidup.

Sampai suatu saat ia sudah tidak dapat lagi menahan kekalutan dirinya. Ia menangis dan berharap Tuhan dimanapun berada dapat mengdengarkannya. Tanpa disadarinya, diantara air mata kekalutannya ia diingatkan doa Bapa Kami, doa yang pernah didengarnya saat masih kecil, saat masih di sekolah dasar.  Perlahan tapi pasti ia mendaraskan doa Bapa Kami, dan begitu berkata Amin, beban hidupnya terasa terangkat dan ia tidak takut lagi untuk bangkit berdiri menghadapi pekerjaannya.

Esok harinya ditengah cuaca dingin dan gelap (karena musim salju), ia terbangun oleh bunyi lonceng gereja. Setiap hari pukul 6 pasti terdengar lonceng Gereja mengingatkan umat Katolik untuk berdoa Malaikat Tuhan. Didesa kecil tempatnya bertugas tidak banyak orang katolik, mungkin kalau misa hari Minggu tidak lebih dari 50 orang itupun lansia semua. Dorongan hatinya membuatnya melangkah menembus salju yang tebal berjalan menuju gereja kecil tersebut sebelum berangkat ke tempat bekerja. Ditengah temaram lampu gereja yang dihidupkannya, ia sekali lagi berdoa Bapa Kami setelah menyalakan sebatang lilin.

Kali ini ia berdoa tanpa air mata, sudah tidak ada lagi ketakutan, tetapi hanya kerinduan untuk dekat bersama Tuhan. Begitu ia selesai berdoa Bapa Kami, tiba-tiba pundaknya ditepuk  seseorang dari belakang dan berkata “Are you foreigner?”. Melonjaklah Hadi yang sama-sama terkejut tidak menyangka ada orang lain di gereja itu. Maklum hari itu adalah hari biasa, dan tidak ada orang yang pergi ke gereja di hari biasa. Masih lebih baik di Jakarta dimana puluhan umat masih tampak mengikuti Misa harian. Hadi lebih terkejut lagi mendapatkan orang ini bisa berbahasa Inggris. Jangan-jangan ia bertemu malaikat kiriman Tuhan? Ternyata orang yang menemuinya adalah pastor paroki setempat.

Sejak saat itu ia berkawan karib imam tersebut. Hampir setiap hari ia datang berkunjung selain berdoa di gereja, juga berbincang-bincang dengan sang pastor bahkan beberapa kali ia memasakkan makanan Indonesia. Maklum Hadi memang hobbynya memasak. Pertemanannya berjalan lebih dari dua tahun, ia belajar banyak tentang agama katolik dan tentang berbagai hal. Akhirnya Hadi memantapkan diri untuk menjadi katolik. Walaupun imam itu menawarkan diri untuk membaptisnya, Hadi memilih untuk dibaptis di Jakarta bersama orang-orang tercinta.

Sungguh luar biasa kasih Tuhan, Ia lebih dulu mencintai kita dan menginginkan kita bersamaNya. Tanpa pengaruh siapapun, Tuhan berbicara sendiri kepada Hadi, hingga ia sungguh mengalami Kristus yang hidup bersamanya. Sampai saat ini, Hadi teguh memegang imannya pada Kristus. Bapa Kami yang di Surga adalah Bapa yang terus setia membimbing Hadi menjadi kepala keluarga yang baik selama 25 tahun. Bapa Kami tetap ada bersama kami sepanjang hari sepanjang jalan kehidupan kami.

====================================================================================================
Bacaan Injil Luk 11:1-4

“ Pada suatu kali Yesus sedang berdoa di salah satu tempat. Ketika Ia berhenti berdoa, berkatalah seorang dari murid-murid-Nya kepada-Nya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa, sama seperti yang diajarkan Yohanes kepada murid-muridnya.” Jawab Yesus kepada mereka: “Apabila kamu berdoa, katakanlah: Bapa, dikuduskanlah nama-Mu; datanglah Kerajaan-Mu. Berikanlah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kami pun mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.