Fiat Voluntas Tua

Muna Besar Mulai Dari Muna Kecil

| 0 comments

“Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu”
Sebagai  pengajar dan pewarta apalagi sebagai katekis, ada satu topik yang untuk saya paling sulit untuk dibawakan yaitu tema sekitar ‘integritas’. Bukan karena banyak ayat yang harus di hafal, bukan juga karena outline yang berat. Tapi justru apa yang diajarkan memang harus benar-benar dilakukan. Walaupun tema lain juga memang harus diwartakan dengan spirit yang sama “do what you preach’, tapi tema ini begitu menohok saya  sebagai orang yang berdiri di depan kelas.
Bener sekali yang dikatakan dalam  Ibrani 4:12; Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; menjadi pelaku Firman memang tidak mudah, apalagi kalau kita melayani menjadi pengajar, pewarta, katekis, prodiakon bahkan pengurus lingkunan. Duuuh….
Hal yang paling simpel sering terjadi justru bila kita berada disekitar orang-orang yang kita cintai, orang-orang yang ada disekitar kita setiap harinya. Pasangan kita, anak-anak, rekan kerja, boss dan bahkan OB di kantor atau di tempat usaha kita. Mereka melihat keseharian kita. Bisa jadi mereka mendengar dari orang lain apa yang kita katakan, dan mereka bisa membandingkannya dengan apa yang kita lakukan dan katakan setiap harinya. Mereka lah yang paling tahu seberapa ‘muna’ kita.  Mana ada sih orang mengaku ‘munafik’?

Memang enak sekali menegur kiri kanan, tapi kadang kita lupa bahwa ada kaca seribu sudut yang secara imajiner disekitar kita, membuat kita perlu melakukan introspeksi, memeriksa diri sendiri dulu sebelum menegur orang lain. Termasuk setiap kali menulis renungan seperti ini saya harus sungguh-sungguh siap untuk menghadapi serangan balik. Maklum, suami dan anak-anak juga akan membacanya di blog saya suatu saat. Pernah suatu saat si bungsu protes namanya disebut di salah satu renungan saya. Katanya saya melanggar HAM karena mencantumkan namanya tanpa seijin dia… weleh…weleh…wokeeeh d, saya berjanji untuk lain kali meminta ijin dulu padanya setelah saya koreksi tulisan tersebut.

Sayangnya ‘muna’ besar dimulai dari yang kecil-kecil yang sering sekali kita langgar, dan akhirnya menjadi biasaaaa sekali kita lakukan. Akhirnya kita kemudian mengatakan “gak apa apa, sekali-sekali dilakukan bohong kecil”. Kita perlu belajar dari kejatuhan si raksasa Goliat yang besar itu justru jatuh  dikalahkan karena kerikil yang dilontarkan Daud yang masih kinyis-kinyis. Maka marilah kita berhati-hati dan belajar setia dari hal yang kecil, bahkan dengan siapapun yang kita jumpai. Gak usah pake ‘topeng’ dimana-mana, nanti malah pusing sendiri. Katakan sesuatu dengan tulus dan terbuka terhadap kritikan orang lain.

Kalau kita meminta maaf pada orang lain, mari kita katakan juga dengan tulus. Kalau kita memberikan maaf juga katakan dengan tulus. Tidak ada lagi pembicaraan (di belakangnya)  tentang permasalahan masa lalu yang hanya membuka luka lama. Kalau terus-menerus kita lakukan maka kita menjadi terbiasa untuk ‘muna’ berpura-pura memaafkan. Oleh karenanya mari kita  mohon pimpinan Roh Kudus agar kita bisa melangkah dengan hati damai tiada beban dihati, tanpa menyimpan segala kesalahan orang lain dan tanpa menghakimi siapapun karena percaya bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan. Kitapun jauh dari sempurna, kita sedang berupaya agar hari ini lebih baik dari hari kemarin. Kalaupun kita salah bertindak hari ini,  kita juga percaya bahwa Allah memberikan kesempatan kepada kita dan orang lain untuk menjadi lebih baik, menjadi lebih sempurna.

===========================================================================================
Bacaan Injil Mat 7:1-5

 “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu. Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu. Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.