Fiat Voluntas Tua

Dimana Minyak Narwastu Kita?

| 0 comments

“Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburanKu”
Sebulan sudah saya tidak posting renungan di blog ini. Bukan hanya itu, ribuan emailpun terlewatkan tidak sempat terbaca. Beberapa teman sampai SMS saya minta dibalas. Mohon maaf ya, memang lebih baik telp/SMS saja sementara ini. Apalagi alasannya kalau bukan sibuk. Tiga project berjalan secara simultan menuntut enersi yang membuat saya sering jatuh tertidur dengan laptop masih menyala. Hhmm… siapa lagi kalau bukan suami dan anak-anak yang mematikannya.Bangun tidur tiba-tiba sudah menjelang pagi, hanya sempat merenungkan Firman Tuhan dan meneduhkan diri berdoa sejenak untuk kemudian lanjut dengan berbagai jadual yang padat. Bukan hanya jadual meeting yang padat, tapi juga jadual flight yang padat. Koper saya bisa teriak kalau dia bisa bicara karena diseret kesana-sini. Belum cukup istirahat  sudah diangkut lagi ke kota-kota lain. Menjelang Tri Hari Suci, hari inipun saya memulai jadual perjalanan seminggu yang cukup padat : Medan – Batam – Surabaya.
Ini bukan April Mop, tapi memang baru kemarin saya meminta waktu khusus untuk menerima Sakramen Rekonsiliasi menjelang Paskah. Ini bukan masalah pengakuan dosa bisa dimana sajasal ketemu romo. Tapi bagi saya komitmen untuk sakramen tobat saya upayakan selalu bertemu romo paroki, sebagai pendamping rohani saya. Komitmen untuk menerima Sakramen Tobat setiap dua bulanpun dilanggar. Duuh… Gusti, nyuwun ngapuro. Gak heran kalau emosi sering tak terkendali sebulan ini. Begitulah kalau komitmen yang sederhana tidak bisa dilakukan, mana bisa diberikan tugas yang lebih besar. Damai sejahtera saya hilang hari itu jika pagi-pagi sudah marah pada supir gara-gara dia salah ambil jalan. Biasanya saya salahkan dia, tapi sesudahnya saya juga yang menyesal kenapa harus marah karena urusan sepele. Gara-gara marah pada hal kecil, suasana hati sehari itu sungguh tidak damai sejahtera. Buntutnya saya juga yang rugi, tidak bisa merasakan damai sejahtera yang Allah sediakan hari itu. Kalau sudah hilang damai sejahtera, susah sekali membuat suasana hati siap untuk menulis berbagi pengalaman akan kasih Tuhan.
Saya tahu kalau sudah begini, ini saatnya saya harus mengambil kesempatan melakukan rekonsiliasi, berdamai dengan Tuhan. Berdamai denganNya, berdamai dengan diri sendiri agar bisa menyediakan diri kembali untuk dibentuk sebagai alat kerajaanNya. Kembali menyediakan diri untuk bisa berbagi dengan orang lain, terutama berbagi dengan mereka yang miskin. Bukan hanya miskin harta, tapi miskin perhatian, miskin kasih dan miskin kesempatan untuk merasakan kasih Tuhan.
Renungan hari ini mengingatkan kita bagaimana Maria melayani Yesus dengan meminyaki kakiNya dengan minyak narwastu yang mahal dan menyekanya dengan rambutnya. Minyak narwastu itu kalau sekarang dihargai kirakira sekitar Rp 30 juta sebotol.  Nilai minyak narwastu sekitar 300 dinar sebotol dimana 1 dinar adalah upah kerja sehari – anggap saja Rp 100.000/hari.  Mungkin kita juga berpikir hal yang sama kalau tahu nilainya minyak narwastu. Apa tidak sayang uang segitu hanya untuk mencuci kaki? Bisa untuk bantu melengkapi fasilitas pendidikan anak-anak panti asuhan kan? Bisa untuk investasi masa depan dengan dibelikan emas 60 gram tuuh…
Tapi bukan Yesus namanya kalau Dia tidak tahu apa yang ada di pikiran Yudas… dan juga di pikiran Maria. Yudas memang hidupnya berorientasi pada dirinya, ia akan melakukan apapun yang menguntungkan dirinya, termasuk mengambil uang kas pelayanan yang dipercayakan para murid kepadanya. Sebagai bendahara yang seharusnya bisa dipercaya kok malah ‘mengkorupsi’ apa yang bukan menjadi haknya. Kalau dibagikan ke orang miskin, maka bandarnya pasti Yudas lagi yang bagi-bagi orang. Pasti ia berpikir saat membagikan sekian dinar bagi orang miskin, ia akan mengutip beberapa dinar masuk kekantongnya. Yesus tahu jalan pikiran Yudas.
Sebaliknya Yesuspun tahu bagaimana rasa syukur Maria yang begitu sukacita mendapatkan Lazarus saudaranya yang telah mati beberapa hari bisa hidup kembali. Ia tidak memperhitungkan nilai minyak narwastu itu lagi, tidak begitu berarti lagi bagi Maria. Bahkan ia merendahkan dirinya sebagai tuan rumah untuk duduk membasuh kaki Yesus. Tidak ada dalam adat Yahudi seorang tuan rumah membasuh kaki tamunya. Itu tugas para pembantu mereka untuk melayani para tamu undangan tuan rumah sebelum mereka melakukan santap bersama. Maria merendahkan dirinya untuk melayani Yesus sebagai tanda syukur atas apa yang telah dilakukan Yesus. Maria sama sekali tidak tahu bahwa apa yang dilakukannya merupakan tanda persiapan bagi penguburan Yesus. Ia tidak menyangka bahwa Yesus akan mati beberapa hari kemudian.
Bisa dibayangkan betapa wanginya minyak narwastu yang begitu mahal harganya. Sekali pakai baunya tidak serta merta hilang. Apalagi kebiasaan orang Yahudi mandi tidak seperti kita yang selalu mandi dua hari sekali setiap hari.  Maka minyak narwastu yang ditumpahkan di kaki Yesus, terus menempel sampai Yesus mengalami sengsara hingga wafatnya. Baunya tetap tercium harum diantara keringat dan darah yang meleleh saat Yesus menapaki jalan terjal berbukit menuju Golgota. Bahkan saat tergantung di kayu salib bau harum narwastu masih menempel pada tubuh Yesus, hingga wafat dan dikafani. Ya… bahkan sampai bangkitNya, minyak narwastu itu masih menempel di tubuh Yesus. Jenazah  Yesus memang tidak sempat diberikan rempah-rempah saat wafatNya. Ia sudah bangkit saat Maria datang membawa rempah-rempah ke kuburanNya.
Kita mungkin tidak menemukan minyak narwastu disekitar kita. Tapi bisakah kita menyerahkan diri kita, merendahkan diri untuk melayani Yesus seperti Maria sebagai tanda syukur atas apa yang telah Ia lakukan bagi kita ? Kita telah mendapatkan janji kehidupan, tidak lagi mati akibat dosa karena berkat pembaptisan. Maut telah dikalahkanNya di kayu salib, agar kita yang telah dibaptis  mendapatkan kebangkitanNya. Bisakah kita menyerahkan sisa hidup kita untuk dibentuk dan dipakai sebagai alat KerajaanNya, termasuk untuk melayani kaum miskin dan papa yang selalu ada disekitar kita? Bersediakah kita menjadi pewarta Kabar Baik untuk mengabarkan bahwa setiap orang percaya kepada Kristus dan menjadikanNya Juru Selamat pribadi berhak atas segala janjiNya? Itu semua bisa dilakukan kalau saja kita mau berdiam diri seperti Maria di kaki Yesus. Mengucapkan syukur senantiasa atas rahmat kehidupan, setia pada Yesus dalam susah dan senang, dalam untung dan malang.
Kalau kita bisa melakukannya, maka segala hal yang kita perbuat harumnya bisa sampai ke Surga, membuat Kristus tersenyum. Nilainya jauh lebih mahal dari nilai minyak narwastu yang puluhan juta. Satu saja orang bertobat maka hal ini akan membuat seisi Surga bersorak. Itulah minyak narwastu yang diinginkan Yesus saat ini, yang bisa mengharumkan TubuhNya senantiasa melalui perbuatan-perbuatan kita sebagai tanda syukur atas janji kebangkitan yang kita terima.
Selamat mempersiapkan diri menjelang Misa Tri Hari Suci. Inilah saat terindah kita perbarui janji baptis kita, janji kita untuk setia padaNya menjadi saksi atas KasihNya. Yesus telah terbukti setia sampai wafatnya dikayu salib sehingga kita memperoleh rahmat kebangkitanNya. Kita masih harus membuktikan kesetiaan kita sampai titik akhir pertandingan iman selama sisa hidup ini.
=========================================================================================================================
Bacaan Injil Yoh 12:1-11

“ Enam hari sebelum Paskah Yesus datang ke Betania, tempat tinggal Lazarus yang dibangkitkan Yesus dari antara orang mati. Di situ diadakan perjamuan untuk Dia dan Marta melayani, sedang salah seorang yang turut makan dengan Yesus adalah Lazarus. Maka Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang mahal harganya, lalu meminyaki kaki Yesus dan menyekanya dengan rambutnya; dan bau minyak semerbak di seluruh rumah itu. Tetapi Yudas Iskariot, seorang dari murid-murid Yesus, yang akan segera menyerahkan Dia, berkata: “Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?” Hal itu dikatakannya bukan karena ia memperhatikan nasib orang-orang miskin, melainkan karena ia adalah seorang pencuri; ia sering mengambil uang yang disimpan dalam kas yang dipegangnya. Maka kata Yesus: “Biarkanlah dia melakukan hal ini mengingat hari penguburan-Ku. Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu, tetapi Aku tidak akan selalu ada pada kamu.” Sejumlah besar orang Yahudi mendengar, bahwa Yesus ada di sana dan mereka datang bukan hanya karena Yesus, melainkan juga untuk melihat Lazarus, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati. Lalu imam-imam kepala bermupakat untuk membunuh Lazarus juga, sebab karena dia banyak orang Yahudi meninggalkan mereka dan percaya kepada Yesus.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.