Fiat Voluntas Tua

Kisah Artaban Orang Majus ke 4 – Mencari Juru Selamat

| 0 comments

Dari berbagai kisah Natal kita sering melihat dan mendengar  bahwa  orang Majus yang datang menemui bayi Yesus adalah 3 orang. Mereka bernama  Caspar, Melchior dan Balthasar. Artaban adalah orang Majus yang keempat yang tertinggal rombongan dan berkeliling mencari “sang Juru Selamat” sampai akhir hidupnya. Berikut kisahnya yang menarik bersumber pada novel “The Story of the Other Wise Man“ karya Henry Van Dyke.

Ketika Artaban dan kawan-kawannya mengetahui bahwa ada seorang Raja besar akan dilahirkan, tanpa ragu ia menjual semua harta bendanya dan kemudian dia membeli sebuah batu saphir yang sangat indah, sebuah batu ruby yang luar biasa bagus, dan terakhir dia membeli sebutir mutiara yang putih kemilau. Artaban sudah membuat janji dengan ketiga temannya untuk bertemu di suatu tempat. Caspar, Melchior dan Balthasar sudah mengatakan dengan tegas, kalau Artaban sampai terlambat semenit saja, mereka akan pergi meninggalkan Artaban sendiri. Artaban setuju.

Ketika sudah hampir tiba waktu perjanjian, berjalanlah Artaban menuju tempat yang sudah disepakati. Namun di tengah jalan, Artaban mendapati seorang yang sakit parah. Rupanya dia bekas dirampok dan dipukuli orang. Hati Artaban bergolak. Menolong artinya terlambat, tidak menolong, hatinya tidak sampai. Akhirnya dia memutuskan untuk menolong orang itu. Bahkan dia menjual permata saphirnya yang sangat indah. Artaban menggunakan uang hasil penjualan itu untuk mengobati orang yang sakit, mengantarkan ke sebuah penginapan, dan untuk dia sendiri membeli seekor unta agar dapat mengejar ketinggalan teman-temannya. Sedih hatinya karena batu permata yang hendak dia persembahkan kepada sang Raja berkurang satu.
Walaupun sudah berusaha mengejar ketinggalannya, ternyata ketiga temannya sudah sangat jauh. Ketika Artaban sampai di Betlehem pun ketiga temannya sudah pulang kembali. Bayi yang baru lahir sebagai Raja besar pun tidak ada lagi. Malahan Artaban menyaksikan kejadian yang luar biasa menyesakkan dada di sana. Raja Herodes sedang memerintahkan pasukannya untuk membunuh semua bayi yang berumur 2 tahun ke bawah. Di rumah tempat Artaban menginap pun ada seorang bayi yang terus-menerus menangis. Ibunya sudah berusaha menenangkan agar suara tangisan bayi tidak terdengar oleh pasukan Herodes. Gagal. Pasukan itu masuk ke rumah dan berusaha merampas sang bayi. Tak kuasa bertahan sang ibu menangis tersedu-sedu. Melihat kejadian itu, Artaban maju dan menawarkan satu batu permata rubynya sebagai pengganti nyawa bayi itu. Pasukan Herodes setuju dan mengembalikan si bayi kepada ibunya.

Sekarang Artaban tinggal memiliki sebuah mutiara. Tidak apa, pikirnya. Sebuah mutiara juga cukup berharga untuk diberikan kepada sang Raja. Tetapi di mana? Tiga puluh tahun Artaban terus berputar, berkeliling mencari-cari Raja Mulia itu. Sampai suatu saat dia mendengar bahwa Raja itu akan disalibkan di bukit Golgota. Bergegas Artaban mencari tahu di mana tempat itu. Satu mutiara barangkali dapat menyelamatkan nyawa Raja itu, pikir Artaban. Dengan setengah berlari Artaban menuju ke arah Golgota, namun di tengah jalan dia melihat seorang anak perempuan menangis dengan keras. “Apa yang terjadi?” Artaban bertanya. “Ayah saya berhutang kepada orang itu,” kata anak itu sambil menunjuk kepada seorang pendek gemuk bermuka lebar dengan beberapa pengawalnya. “Saya hendak dijual sebagai budak, karena ayah saya tidak dapat membayar semua hutangnya.” Dengan terisak anak perempuan itu bertutur. Sekali lagi hati Artaban berkecamuk. Mutiara tinggal satu. Untuk menyelamatkan sang Raja, atau anak ini? Artaban yang sudah cukup tua sekarang, berpikir sejenak. Anak ini masih sangat kecil. Dia harus diselamatkan.

Maka diserahkanlah mutiara kepada orang pendek gemuk dengan muka lebar itu sebagai ganti si anak perempuan. Begitu mutiara itu menyentuh tangan orang pendek gemuk itu, terjadilah gempa bumi yang hebat. Langit menjadi gelap. Artaban terjatuh, nafasnya tersengal. Tidak ada lagi batu yang dapat dia berikan kepada sang Raja. Tanpa terasa air mata mulai membasahi ujung matanya. Artaban kecewa. Hidupnya terasa gagal. Dia akan meninggalkan dunia ini tanpa bertemu dengan sang Raja, tanpa dapat memberikan apa-apa. Pandangannya mulai kabur. Segala yang dia lihat tampak berwarna putih.

Tiba-tiba muncul cahaya bersinar sangat terang. Sayup-sayup dia mendengar suara “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” Artaban menghembuskan nafasnya. Di bibirnya tersungging sebuah senyuman. Ketiga hadiahnya telah sampai ke tangan sang Raja.

Leave a Reply

Required fields are marked *.