Fiat Voluntas Tua

Terlalu Berharga Untuk Hal-hal Tidak Berharga

| 1 Comment

“Bapamu tidak menghendaki seorang pun dari anak-anak ini hilang.”
Saat mengikuti retret bagi para calon pengajar Misi Evangelisasi minggu lalu di Lembang, Romo Julius dari paroki Laurentious menyampaikan ilustrasi yang menarik tentang betapa berharganya hidup kita. Hidup kita, tepatnya hidup setiap manusia itu sangat berharga tetapi sayangnya kita sering tidak menyadarinya karena kehidupan keseharian kita hanya ‘biasa-biasa’ saja, sudah layak dan seharusnya. We just take it for granted.Akhirnya kita sendiri sering menyia-nyiakan hidup kita, kurang memberi nilai pada hidup kita sendiri.
Bayangkan bila suatu saat kita sedang berjalan-jalan dan melihat uang lembaran Rp 100.000 tergeletak dijalan, apakah kita akan mengambilnya? Hampir pasti 99,9 % orang yang melihatnya pasti mengambilnya. Yang 0,9 % mungkin orang yang ragu-ragu, bolak-balik dulu toh akhirnya diambil juga. Seandainya uang tersebut dalam keadaan lecek dan kumal, apakah kita juga akan mengambilnya? Bagaimana bila uang tersebut jatuh di atas kotoran kuda, apakah tetap diambil orang? Dimanapun tempatnya, hampir pasti orang akan mengambilnya karena uang Rp 100.000 sangat berharga.Banyak hal bisa dilakukan dengan uang sebesar itu.
Renungan hari ini mengingatkan kita betapa besar cinta Bapa di Surga bagi kita. Ya setiap manusia ciptaanNya begitu berharga dimataNya. Entah dia kecil, besar, tua, muda, cacad, sempurna, pintar, bodoh, termasuk yang tidak berdaya bahkan yang paling berdosa sekalipun. Tidak ada manusia yang diciptakan tanpa sengaja. Semuanya diciptakan dengan suatu maksud mulia. Sama halnya dengan uang Rp 100.000 itu bisa jatuh dan bertebaran di tempat-tempat kotor. Toh tetap dipungut orang karena uang tersebut begitu bernilai. Dibersihkan dulu, dicuci dan mungkin di jemur dan diseterika agar kemudian tampak ‘asli’nya.
Demikian pula dengan hidup kita. Kita bisa jatuh dimana saja ditempat tidak terlihat orang, tempat gelap dan bau. Tetapi toh tetap dicari Bapa, dikumpulkannya yang tercerai berai satu persatu. Ia mencari dengan berbagai cara, Ia bisa gunakan banyak tangan orang-orang yang mau dipakai sebagai alatNya. Ia gunakan media dan berbagai sarana yang ada untuk menemukan sebanyak mungkin manusia dari temat-tempat yang jauh, gelap, kotor dan bau.
Sayangnya kita tidak selalu menyadari upaya untuk ‘menarik’ dan ‘memungut’ kita dari tempat yang salah itu. Kita tidak hendak menanggapinya dengan cinta dan rasa syukur. Kita menganggap hidup kita mulia dan berarti hanya bila kita mendapatkan perhatian tepatnya kalau kita mengalami mujizat istimewa. Kita baru merasa bernilai kalau doa dan permohonan kita dijawab Tuhan.
Kita kurang menghargai ribuan mujizat yang kita terima setiap harinya.Ribuan? Iya ribuan bahkan mungkin jutaan rahmat dan kasih karunia kita terima. Tapi berapa kalilah kita mengucap syukur padaNya?  Coba saja hitung berapa kali kita bernafas setiap hari, bagaimana kalau tiba-tiba hidung ini mampet tidak bisa digunakan bernafas? Berapa kali jantung berdenyut memompa darah kita untuk mengangkut oksigen? Bagaimana bila suatu saat ia mogok bekerja?  Bukankah hal demikian itu mujizat, tanpa perintah kita setiap organ tubuh bekerja dengan baik sehingga kita bisa menikmati hidup dari detik ke detik dari waktu ke waktu.
Kita melihat bahwa hidup ini kok biasa-biasa saja. Begitu biasanya sehingga kita lupa pagi ini setelah bangun tidur kita turun tempat tidur dengan kaki kiri atau kaki kanan. Kita lupa juga tadi keluar rumah masuk mobil dengan kaki yang mana. Mungkin kita juga lupa apakah tadi pagi kita bisa (maaf) kentut. Jangan tertawa lho, seseorang bisa bayar mahal untuk tinggal di rumah sakit karena ia tidak bisa kentut.  Setelah operasi besar, kalau pasien tidak bisa kentut, hampir pasti ia tidak diijinkan makan dan minum karena ususnya belum pulih akibat efek pembiusan.
Begitu banyak alasan untuk kita mengucap syukur dan memuji Tuhan, tetapi sayangnya kita lebih sering memilih berkeluh kesah dalam doa-doa kita. Marilah kita lihat kehidupan ini dari kacamata Bapa – eh salah ya? Mari kita bayangkan hidup kita itu seperti uang Rp 100.000 tadi, begitu berharga seihngga kalaupun jatuh dimanapun pasti dicari-cari. Dengan demikian maka kita akan berupaya untuk mengisi hidup kita dengan segala hal yang berguna karena memang hidup kita berharga. Demikian pula kita melihat hidup orang-orang disekitar kita sama berharganya dengan hidup kita. Mereka juga berharga dimata Tuhan, hendaknya kitapun memperlakukan mereka sebagai barang berharga yang tak ternilai.
Marilah kita mohon kekuatan dan bimbinganNya agar kita mampu mempertanggung-jawabkan kehidupan kita sehingga kita didapati setia sampai akhir. Kita bersyukur atas segala rahmatNya. Kita juga mohon pimpinan Roh Kudus agar dapat mencintai orang-orang yang Tuhan percayakan kepada kita, sama seperti Ia mencintai mereka. Tidak menyia-nyiakan waktu dengan perbuatan, perkataan dan bahkan pikiran negatif justru karena kita tahu bahwa kita terlalu berharga untuk melakukan hal-hal yang murahan seperti itu.  Semoga kita senantiasa memperbarui kehidupan kita dengan hal-hal berharga dimataNya dan memperbaiki tata kehidupan dunia di sekitar kita karena kita memang diciptakan berharga, diciptakan menurut gambar dan rupaNya.
=====================================================================================================

Bacaan Injil Matius (18:12-14)

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Bagaimana pendapatmu? Jika seseorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor di antaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang 99 ekor di pegunungan, lalu pergi mencari yang sesat itu? Dan Aku berkata kepadamu, Sungguh, jika ia berhasil menemukannya, lebih besarlah kegembiraannya atas yang seekor itu daripada atas yang sembilan puluh sembilan ekor yang tidak sesat. Demikian pula Bapamu yang di surga tidak menghendaki seorang pun dari anak-anak ini hilang.”

One Comment

  1. Alhamdulillah yaaa,,,,

Leave a Reply

Required fields are marked *.