Fiat Voluntas Tua

Vaya Con Dios, Om Roy – In Memoriam Bpk Roy Setjadi

| 1 Comment

Saat saya di Bandung, menerima kabar oom Roy telah berpulang pada hari minggu malam 28 Agustus, rasanya seperti tidak percaya. Diusianya yang sudah 69 tahun dengan postur tubuhnya besar dan gagah, masih terngiang suara tawanya menggelegar dan intonasinya yang keras saat memberikan renungan atau pengajaran. Dibalik sikapnya yang keras dan tegas layaknya seorang guru, oom roy adalah pribadi yang lembut. Memang cocok karakternya sebagai seorang konselor senior. Ia juga mudah tersentuh dan sangat gemar menyanyi memuji Tuhan dengan gitarnya… wooow… bisa brebes mili aku.  Ooh my God, rasanya baru kemarin saya mengenal oom Roy.

Beliau sebenarnya lebih dekat dengan alm ibu saya, bahkan pernah datang ke rumah memberikan renungan pada tahun 70-an saat saya masih bau kencur dan belum mengerti apa-apa.  Begitu kisahnya saat kami bertemu disebuah seminar di tahun 2001 tidak lama setelah ibu meninggal. Begitu beliau tahu siapa ibu saya, langsung ia mengajak saya bergabung dengan keluarga karismatik katolik. Wah siapa menyangka kalau hubungan ‘bisnis’ Kerajaan Allah dengan alm ibu, berlanjut dengan anak sulungnya.

Terima kasih oom Roy untuk kesediaanmu membimbing kami. Setiap telpon dan SMS pasti ditanggapinya dengan terbuka.  Sebagai salah satu anak didik oom Roy dalam pastoral konseling keluarga, saya sungguh merasakan bimbingannya. Konselorpun perlu konselor kan? Sungguh Tuhan telah memberikan seorang Bapak bagi keluarga karismatik katolik khususnya kami yang di Jakarta. Terimalah oom Roy dalam pelukan kasihMu ya Bapa.Tugas kamilah meneruskan semangat pewartaan oom Roy dengan segala keteguhan imannya. Berikut ini saya bagikan sharing Bu Mei Fung yang lebih dekat lagi mengenal oom Roy.

(Merenungkan 35 Tahun PKK dalam kepergian Pak Roy)

Tawar-menawar dan kesepakatan antara Romo Sugiri SJ dan Pak Roy Setjadi, sesudah mereka berdua mengikuti Seminar Hidup Baru dalam Roh di Katedral oleh Pastor O’Brian SJ dan Pastor Heribert Schneider SJ dari Manila (atas undangan Alm Mgr Leo Soekoto SJ), melahirkan PDKK (Persekutuan Doa Karismatik Katolik) pertama di Jakarta pada tahun 1976 yaitu PDKK St. Petrus & Paulus, Mangga Besar. Keduanya (Romo Sugiri dan Pak Roy) nampaknya bukan sekedar “mengikuti” SHDR (Seminar Hidup Dalam Roh) namun menerima pengalaman pencurahan Roh Kudus, yang mengobarkan kembali api cinta di hati mereka sehingga mereka mau bertekun membimbing umat yang hadir dalam PDKK setiap hari Rabu di Paroki Mangga Besar waktu itu.

Dalam pandangan banyak orang, deal antara Romo Sugiri dan Pak Roy (saya masih berat menaruh kata “Almarhum” disamping nama Pak Roy) barangkali dianggap kejadian biasa. Namun dalam perspektif sejarah PKK (Pembaharuan Karismatik Katolik) di Keuskupan Agung Jakarta itu merupakan peristiwa yang menancapkan tonggak penting yang tidak pantas untuk dilupakan.

Tahun 1989 ketika ada badai dan arus kuat dimana beberapa tokoh penting PKK “hijrah” dari Gereja Katolik, Pak Roy termasuk satu dari sedikit tokoh yang rela bertahan dan setia kepada Gereja, meskipun seribu satu tawaran sukses dan bujuk rayu memikat bertubi-tubi menghampirinya. Ia memilih untuk tetap menjadi orang yang setia dan sederhana. Kesetiaannya yang tuntas tercermin dalam update status bbm-nya : “SETIA SAMPAI AKHIR”. Siapa yang menyangka, bahwa spirit itulah yang rupanya ia jadikan warisan utama dalam mudiknya ke Surga yang amat mendadak.

Bersama Romo Sugiri dan ditemani istrinya, Ibu Winny, beliau ikut berjuang dan bekerja keras mencurahkan segala yang ia bisa berikan bagi kemajuan PKK, sampai kemudian menjadi Koordinator ke 4 PKK KAJ (tahun 1992-1998), sesudah Bpk Max Tene, Alm Bpk Rahmat Abdisa dan Bpk Emile Masbrata.

Pada masa Pak Roy menjadi Koordinator, PKK mengalami perkembangan yang sangat berarti. Titik-titik yang mendapat perhatiannya secara istimewa, telah ikut memberi warna dan kekhasan tersendiri bagi PKK di KAJ waktu itu: evangelisasi, JOD, pujian dan penyembahan, konseling.

Kemarin pagi saya terkenang sebuah lagu pujian yang sangat ia sukai dari Mazmur 100. Terbayang bagaimana beliau menyanyikannya dengan riang, senyum gembira dan sangat hidup dalam permainan gitarnya:

1. Bersorak-sorai bagi Tuhan
Hai seluruh bumi.
Beribadahlah bagi Tuhan
Dengan sukacita.

Refr :
Datanglah padaNya
Pujilah NamaNya
Dia yang menjadikan kita
MilikNya-lah kita

2. Masuk lewat pintu gerbangNya
Dengan nyanyian syukur
Dan ke dalam pelataranNya
Dengan puji-pujian

Refr :
Bersyukur padaNya
Pujilah NamaNya
Sebab kasih setia Tuhan
Untuk selamanya

Lagu ini juga selalu ada di hati saya.
Dan saya membayangkan bagaimana Pak Roy bukan hanya telah menghidupkan lagu ini sebagai sumber semangat dan sumber harapan di hati banyak orang, namun ia sendiri kini telah masuk dalam kepenuhan realitas dari seluruh kata dan keindahan yang tertuang dalam lagu pujian Mazmur 100 itu.

Di awal tahun 2011, saya sempat mengadakan refleksi : ini adalah tahun Lustrum PKK ke 7 di KAJ. Akan ada perayaan apa ya ? Selama 8 bulan penuh saya menunggu-nunggu. Kini pertanyaan refleksiku telah dijawab oleh Tuhan : ada sorak-sorai dan perayaan besar-besaran di Surga, untuk seorang hamba terbaik bagi perkembangan PKK di KAJ, yang diberi kehormatan untuk memasuki Rumah Bapa melalui Pintu Gerbang dan Pelataran Surga. Pak Roy telah dipilih untuk mewakili seluruh pejuang, pewarta, pengajar, konselor dan aktivis PKK di KAJ, merayakan ibadah sempurna bagi Tuhan, dengan kepenuhan sukacita Surgawi.

Saya pribadi tidak begitu banyak bekerjasama dengan Pak Roy, namun ada perasaan dekat dan perasaan kehilangan yang mendalam, karena saya mengenal beliau sejak kecil di usia 14 thn (sejak 1979 di PDKK Mangga Besar) dan kemudian dalam beberapa event menemani Rm Sugiri untuk pelayanan di PKK. Beberapa kali kami berteam memberi retret dan pembinaan di luar kota bersama Romo Sugiri dan Ibu Winny. Itu sudah lama sekali.

Selain kesetiaan dan kesederhanaannya, yang saya kagumi dari Pak Roy adalah kerendahan hatinya. Meskipun usia kami terpaut 22 tahun (seperti bapa dan anak ya) ia tidak segan untuk memperlihatkan sikap respeknya terhadap saya sebagai sesama pewarta dan pengajar di SEP.

Saya kehilangan seorang teman diskusi yang berani dan blak-blakan. Dengan senyum di balik kumis dan sikap sinisnya, ia pernah tanya kepada saya : “Ngapain luh pakai belajar teologi segala, emangnya bisa berbuat apa untuk memperbaiki Gereja?”. Dengan spontan saya jawab ; “Om, gue belajar teologi bukan untuk membenahi Gereja, tapi syukur2 dan minimal bisa untuk membenahi diri sendiri, memperbaiki pewartaan dan pengajaran gue, supaya gak ngawur2an dan sembarangan ngomong.” Lalu kami tertawa bersama2 dan omong2 soal Gereja Pasca Konsili Vatikan II.. Itu diskusi di meja makan di sebuah restoran ketika memenuhi undangan Bu Leny untuk merayakan SinChia tahun lalu bersama Kelasi..

Setia, sederhana, rendah hati, kritis, suka belajar, adalah keutamaan2 yang telah diwariskan oleh Pak Roy kepada kita semua.. Mari kita menimba warisannya, agar dalam sejumlah keutamaan itu kita dimampukan untuk mencintai dan melayani banyak orang… Tadi pagi di Oasis Lestari, putri Pak Roy (Diana) mengakui dengan jujur tentang ayahnya : “…..banyak luka batinnya, tetapi mencintai dan dicintai banyak orang”. Itulah gambaran kesempurnaan dan kepenuhan cinta Tuhan di dalam dan melalui kita manusia yang lemah dan rapuh. Terpujilah Nama Tuhan !

Akan tetapi, di balik kehilangan Pak Roy
di tahun ke 35 PKK di KAJ ini, pada hari Pentakosta yang baru lalu, kita dianugerahi seorang Moderator baru yang bertempat-tinggal di Paroki Mangga Besar, tempat PDKK pertama kali lahir, yang dari situ kemudian membakar semangat pembaharuan ke seluruh Jakarta dan juga Indonesia. Suatu kebetulan kah ?? Semoga ada gerakan dan semangat kembali kepada cinta mula-mula melalui dan dalam bimbingan Moderator baru yang dipercayakan Tuhan kepada kita semua…

Vaya con Dios, Om Roy.
Kuharap kamu tetap mendoakan Gereja yang dalam keprihatinanmu perlu diperbaiki terus-menerus (Ecclesia semper reformanda!).

Selamat menikmati Pintu Gerbang dan Pelataran Rumah Tuhan dengan puji-pujian. Doa-doa dan cinta kami menghantarmu untuk masuk penuh ke Rumah Bapa..

Salam dan doaku,
MF.

One Comment

  1. Pingback: “Vaya Con Dios, Om Roy” – In Memoriam Bpk Roy Setjadi | Thomas Trika's Blog

Leave a Reply

Required fields are marked *.