Fiat Voluntas Tua

Kata-Kata Bertuah

| 0 comments

“Alangkah hebatnya perkataan ini!”

Saya dan suami tidak begitu suka dengan film-film anak-anak yang banyak bertemakan sihir dengan kalimat-kalimat mantranya. Pada umumnya para karakter dalam film tersebut dinyatakan memiliki kekuatan tertentu yang tidak dimiliki anak-anak lainnya. Sehingga dengan mengucapkan mantera-manteranya, mereka dapat melakukan apa yang mereka mau. Terlepas dari tujuannya baik atau jahat, film-film tersebut mengajak anak-anak berimajinasi menjauh dari dunia nyata. Seolah-olah kalau mau ulangan mendapat nilai bagus tinggal ucapkan mantera. Kalau ada anak nakal tinggal ‘disebul’ biar jadi kodok. Well, life is not that simple as a-bra-ka-da-bra.

Dunia ini menawarkan banyak kemudahan, tentu kalau ada uang. Kita bisa bypass berbagai cara asal ada pelicin, tidak perlu usaha, tidak perlu kerja keras. Tetapi justru inilah tantangan orangtua jaman sekarang untuk menanamkan nilai-nilai dasar kehidupan sejak anak-anak diusia dini. Apa yang mereka lihat, dengar dan baca akan terekam dalam memori mereka. Tugas orangtualah memeriksa, memastikan, menyeleksi apa yang layak dan bisa ditanamkan pada anak-anak dengan berkisah, memberi contoh, meluruskan dan kadang harus say “No” untuk hal-hal yang belum saatnya mereka konsumsi… termasuk apa yang menjadi ‘trend’ diantara teman-temannya. Syukurlah, anak-anak tidak menjadi minder saat teman-temannya membicarakan film ‘sihir’ dengan berbagai sekuelnya. Kalau sudah SMA bolehlah mereka menonton, karena sudah tahu bahwa hal tersebut memang tidak ‘riil’, hanya sebagai komoditas dunia perfilman.

Injil hari ini mengisahkan betapa bertuahnya kata-kata yang diucapkan Yesus. Bukan hanya isi dari pengajaranNya tetapi juga kuasaNya dalam mengusir si jahat yang menguasai manusia yang kesurupan. Setan tunduk pada perintahNya. Yaiyalaaah… Dia kan penguasa yang datang dari Surga. Ada wibawa dan kuasa Surga bersamaNya. Disamping itu, Ia tidak memiliki kesalahan dan dosa sedikitpun yang bisa menjadi ‘celah’ untuk iblis menggocohnya. Yesus mengajar juga dengan kasih dan kuasa yang berasal dari Bapa. Ia mengajar dengan hati, bukan mengajari umat dengan berbagai hal yang ‘tinggi’. Ia menggunakan perumpamaan yang dekat dengan keseharian umat, dan saya yakin Ia menggunakan kata-kata sederhana yang mudah ditangkap dan dimengerti. Kesederhanaan dan kasihNya membuat kata-kataNya saat mengajar menyentuh banyak orang. Mereka merasakan sapaan kasih Allah melalui pengajaranNya, mereka  tidak merasa tertuduh dan dihakimi.

Dalam banyak kesempatan serupa kita juga bisa menjumpai para pastor yang memberikan homili dengan kata-kata sederhana tapi sangat mengenai sasaran. Kita bisa pulang dengan pertanyaan refleksi, betulkah kita sungguh-sungguh telah mengasihi Tuhan? Apakah kita sudah melakukan apa yang diinginkan Tuhan dalam hidup kita? Tahukah kita akan kehadiran Allah dalam kehidupan kita?

Yang sulit bukan hanya mempersiapkan homili atau pengajarannya, tetapi justru menjaga konsistensi apa yang diucapkan dan dilakukan oleh para imam. Demikian juga dengan mereka para pengajar/guru bina iman, katekis, pewarta mimbar dan juga para prodiakon serta fasilitator pemandu Kitab Suci. Apakah mereka membawa wibawa surgawi melalui apa yang diwartakan dan diajarkan? Umat akan melihat juga keseharian para pembawa Kabar Baik ini apakah sungguh sejalan dengan apa yang mereka sampaikan. Mulut yang sama yang mengucapkan dan mengajarkan kasih sesama, apakah tidak menghasilkan sumpah serapah dan kutuk?

Mari kita lihat sendiri sejauhmana kita bertanggungjawab terhadap setiap Firman yang kita ucapkan apakah juga kita lakukan? Bukan hanya dilakukan dihadapan umat, tetapi juga dihadapan sanak keluarga kita sendiri. Kalimat-kalimat dalam Kitab Suci khususnya didalam Injil yang diucapkan Yesus sungguh memang kata-kata bertuah, yang memiliki kuasa karena merupakan janji Allah kepada umatNya. Tetapi kuasa tersebut menjadi hilang tidak bermakna bila diberitakan dan disampaikan tidak dengan hati, tidak dengan mengandalkan kuasa Roh Kudus. Hanya mengandalkan kemampuan otak dan logika kita semata. Kuasa itu tidak bekerja karena kita ingin menonjolkan diri kita, bukan ingi mewartakan “Sang Kristus” itu sendiri. Betul, hanya dengan kerendahan hati bahwa kita ini hanya alatNya maka Roh Kudus dapat berkarya melalui apa yang kita miliki.

Maka sebelum kita berkata-kata tentang Firman Tuhan, alangkah baiknya kita mendengarkan terlebih dulu apa yang Tuhan ingin kita lakukan. Tidak ada cara lain mendengarkan suaraNya kecuali melalui doa dan merenungkan SabdaNya. Bukan semudah a-bra-ka-da-bra.

==================================================================================================================

Bacaan Injil Luk 4:31-37

“Kemudian Yesus pergi ke Kapernaum, sebuah kota di Galilea, lalu mengajar di situ pada hari-hari Sabat. Mereka takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab perkataan-Nya penuh kuasa. Di dalam rumah ibadat itu ada seorang yang kerasukan setan dan ia berteriak dengan suara keras: “Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusan-Mu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.” Tetapi Yesus menghardiknya, kata-Nya: “Diam, keluarlah dari padanya!” Dan setan itu pun menghempaskan orang itu ke tengah-tengah orang banyak, lalu keluar dari padanya dan sama sekali tidak menyakitinya. Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: “Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan mereka pun keluar.” Dan tersebarlah berita tentang Dia ke mana-mana di daerah itu”

Leave a Reply

Required fields are marked *.