Fiat Voluntas Tua

Cerita dari Pedalaman: Camping Rohani Paroki Balai Berkuak

| 0 comments

Malam itu sekitar 100 orang secara spontan berkumpul di bawah menara salib kayu besar yang dipersembahkan orang muda dan dewan pra paroki Meraban bagi segenap peserta Camping Rohani 2011 paroki Balai Berkuak. Pra paroki Meraban adalah bagian dari paroki Balai Berkuak yang sedang menyiapkan diri menjadi paroki mandiri.
Mereka menyanyi dan menari mengelilingi  salib yang berkerlipan  karena lampu-lampu hias yang  dipasang di seluruh bagian salib kayu itu. Lingkaran salib itu sendiri terbentuk secara spontan, setelah mereka mengakhiri malam kesenian dengan pentas komunitasnya. Dengan dipandu frater, mereka berbagi apa yang mereka temukan dalam kemah rohani yang sedang berlangsung. Dua orang secara spontan minta didoakan bagi keluarga mereka yang baru saja meninggal. Doa dan harapan bersahutan, hingga terdengar isak tangis dari beberapa peserta malam itu.
Empat hari, 400 orang muda Katolik dari 9 paroki di keuskupan Ketapang bagian tengah dan utara berkumpul dan berbagi kegembiraan, persaudaraan, kisah, keprihatinan dan harapan. Mereka berasal dari Penyumbung, Traju, Sepotong, Semandang, dll . Mereka datang menggunakan berbagai kendaraan mulai dari sepeda motor, truk, hingga perahu motor. Mereka tidur di tenda sederhana, MCK di tempat yang sangat sederhana, memasak sendiri makanan mereka, tetapi mereka tak kehilangan semangat dan antusiasme mereka.
Acara CR 2011 ini merupakan yang pertama sejak jalan trans Kalimantan perlahan membuka kawasan Simpang Hulu dari ketertutupan. Balai Berkuak memang terletak di pedalaman, kira-kira 5 jam perjalanan dari Pontianak. Dahulu sebelum jalan Trans Kalimantan diperkeras, perjalanan dapat mencapai 4-5 hari perjalanan darat di musim hujan, mengingat sangat buruknya infrastruktur jalan raya waktu itu.
Acara CR kali ini memang berlangsung meriah, meski dikemas sangat sederhana. Acara dibuka dengan misa kudus yang dipersembahkan oleh romo Ignatius Made, pr. Romo mengundang orang-orang muda kembali pada ajaran Bapa Suci benediktus XVI : Kami ingin memberikan kalian keutamaan-keutamaan : keberanian, pengorbanan, kemurahan hati, keadilan, persahabatan, kebesaran kasih, dan keunggulan intelektual.
Lewat makan malam, peserta diajak untuk berkenalan dalam beragam permainan keakraban yang dipandu Tim Lingkarmuda dari Yogyakarta. Tim yang terdiri dari 4 orang secara bergantian menganimasi para peserta.
21 Juni 2011 dimulai dengan misa pukul 5 pagi. Setelah MCK mereka diajak mengenal panggilan politik katolik muda oleh Ibu Maria Goretti, perempuan muda yang kini menduduki jabatan DPD RI utusan Kalimantan Barat untuk yang kedua kalinya. Ia berkisah tentang pergulatan hidupnya dari kawasan pedalaman Kalimantan, studi  S1 dan S2 di Yogya, aktif dalam dinamika organisasi massa katolik, hingga duduk menjadi anggota DPD mewakili Kalimantan Barat. “Selalu ada kesempatan yang dianugerahkan Tuhan, tetapi itu hanya diberikan pada mereka yang mau bekerja keras tanpa lelah.” Demikian tuturnya berulang kali.
Siang hari sesi kelas dilanjutkan dengan paparan tentang otonomi daerah oleh seorang nara sumber (maaf lupa namanya) yang dilanjutkan dengan debat kritis terkait hal tersebut oleh peserta. Peserta diajak memahami kompleksitas otonomi daerah dan mempertanyakan kesiapan Balai Berkuak menjadi kabupaten mandiri terlepas dari kabupaten Ketapang.
Problem lingkungan hidup yang dihadapi Kalimantan terkait dengan habisnya hutan Kalimantan dan dibukanya berbagai pertambangan (bauksit, emas)  yang akan menguras habis kekayaan alam dan merusak ekosistem tropis di Kalimantan.  Bagaimana kesiapan orang muda Katolik di kawasan Simpang Hulu agar siap menghadapi tantangan tersebut ? Demikian kira-kira uraian rm Bangun, ketua Komisi Keadilan dan perdamaian Keuskupan Ketapang dalam paparannya “membangun Komitmen OMK : membangun Generasi Peduli Lingkungan”.  Pastor juga mengingatkan rekan-rekan muda pada keterlibatan positif orangmuda katolik dalam upaya penutupan penambangan emas liar di hulu sungai Kualatn. Sebuah gerak yang harus diteruskan ke depan.
Sore hari peserta diajak  untuk memahami arti menjadi kader Katolik bersama Bpk. Donatus Rantan, aktivis pendampingan kaum muda yang lama mengorganisir gerakan pendampingan di Kalimantan Barat. Lewat dinamika kelompok peserta diajak memahami kepemimpinan katolik. Sesi hari itu kemudian ditutup dengan pembagian kelompok untuk outbound keesokan harinya. Para pendamping pun cukup kewalahan mengendalikan 400an peserta yang terbagi ke dalam 27 kelompok.
22 Juni 2011 pagi-pagi sekali, sekitar pukul  4.30 pagi peserta sudah siap di lapangan. Mereka berdinamika dalam 15 pos yang dipandu sendiri oleh OMK Balai Berkuak dengan dampingan tim Lingkar Muda dari Yogyakarta.  Tiga hari sebelum acara memang mereka , para panitia, telah begitu bersemangat berlatih untuk mendampingi para peserta dalam OB.
Setelah diselingi oleh istirahat siang karena terik matahari yang luar biasa menyengat, game pun dilanjutkan kembali hingga senja tiba, setelah sebelumnya diselingi dinamika kelompok dan diskusi kelas.
 Pukul 7 malam sesi diteruskan dengan pembicara dr. Caroline Margaret Natasha, anggota DPRRI dari Kalimantan Barat. Anggota DPRRI fraksi PDIP yang lahir tahun 1982 ini mengajak orang muda katolik Dayak sungguh menyiapkan dirinya menghadapi tantangan terhadap ideologi pancasila, dan terhadap situasi lokal di Kalimantan Barat sendiri. Untuk itu OMK harus berani berperan aktif di dunia politik untuk memperjuangkan keprihatinannya sebagai anak bangsa. Paska Orde Baru yang sering dirasakan meminggirkan masyarakat Dayak di bumi Kalimantan, gerakan kebangkitan masyarakat Dayak nampak muncul. Reformasi  menandai kebangkitan masyarakat Dayak agar berdaulat di tanah sendiri, dan untuk itu dibutuhkan peran yang kuat dari orang muda Katolik, terlebih iman katolik dianut oleh mayoritas masyarakat Dayak.
Pentas antar komunitas memeriahkan malam terakhir kebersamaan. Berbagai komunitas tampil berbagi kreativitas dan semangat. Salah satunya adalah pentas kelompok pencaksilat OMK di bawah aasuhan Yohanes Iwan, atlet unggulan pencaksilat Kalimantan Barat. Meski berada jauh di pedalaman, peran Balai Berkuak khususnya komunitas dampingan mas Iwan ini memang selalu diperhitungkan.
Sekitar pukul 1 pagi,  pentas pun berakhir. Namun demikian sepertinya ini tidak mengurangi antusiasme para peserta untuk merayakan kebersamaan di tenda masing-masing. Secara spontan mereka kembali berkumpul mengelilingi salib dan saling meneguhkan satu sama lain.
Dalam kesempatan ini pula para ketua OMK dari paroki dan stasi berkumpul untuk membahas follow-up kegiatan ini. Salah satunya hasilnya adalah perlunya mengkonsolidasi jejaring OMK di wilayah Ketapang bagian Tengah dan Utara agar menemukan pola pendampingan orang muda yang lebih sesuai dengan konteks orang muda Katolik di pedalaman. Praktis sampai pagi para peserta bergembira dan bercanda dengan para peserta kemah lainnya.
Hari terakhir, 23 Juni 2011, peserta diminta untuk membangun kreasi mereka untuk OMK. Tiap kelompok diminta membuat pentas kreatif mengekspresikan semangat mereka dalam bermudika. Ekpresi bersama kemudian diakhiri dengan rangkuman seluruh proses CR yang diberikan oleh Fr. Indra Lamboy.  Pukul 11 siang, seluruh rangkaian proses ditutup dengan perayaan ekaristi kudus oleh Rm Ignatius Made, pr.
Kesempatan yang langka ini menjadi ajang konsolidasi dan penyalaan kembali spirit OMK di Simpang Hulu dan sekitarnya. Dalam diskusi dan pengamatan sepanjang proses nampak betapa lemahnya kualitas kader dan pendamping, medan yang sulit dan saling berjauhan, perkawinan dini (perkawinan usia 15 tahun adalah biasa di sana), migrasi pendidikan, serta invasi gaya hidup menjadi persoalan yang utama. Sementara isu tantangan kerja di daerah penghasil utama karet alam ini nampak tidak begitu menonjol. Masyarakat boleh di bilang sejahtera mengingat tingginya harga jual karet alam hasil sadapan mereka sehari-hari.
Demikian pula kearifan masyarakat dalam menjaga hutan sangat menonjol berkat menyatunya hidup sehati-hari masyarakat dengan hutan.” Daerah ini dikenal punya sikap yang tegas pada perambahan hutan dan masuknya pertambangan.” Demikian tutur salah seorang OMK di situ. Sebuah ketegasan yang patut diacungi jempol dan mendapat dukungan kita semua, mengingat sekitar 20 km dari situ penambangan bauksit mulai menggerogoti bukit demi bukit. Setelah hutan mereka habis, tanah tergadai untuk perkebunan sawit, perusakan alam dengan penambangan bauksit besar-besaran memang menjadi ancaman.
“Bagaimanakah kita bisa membangun karakter orang muda Katolik ?” tanya Natalia, gadis asal kampung Pendaon yang baru saja lulus SMA Balai Berkuak kepada Caroline Natasha. Sebuah pertanyaan bagi kita semua, sebuah karakter yang tentu saja lebih luas dari apa yang selama ini dibayangkan oleh modernitas. Bukan semata-mata litani keutamaan-keutamaan platonik di awang-awang, tetapi karakter yang sungguh menjawab tantangan kehidupan bumi Kalimantan : keutuhan dengan alam, kesadaran kritis akan arus gaya hidup, kesadaran akan ancaman kerakusan modal, dan kesatuan utuh dengan kebudayaan dan kearifan lokal masyarakat Dayak Simpakng. (Lilik Krismantoro)

Leave a Reply

Required fields are marked *.