Fiat Voluntas Tua

Warisan Harta Surgawi

| 0 comments

Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.

Seorang yang kaya raya meninggal dunia di usia yang belum genap 50 tahun. Lebih dari separuh dari usianya ia habiskan dengan bekerja keras mengumpulkan hartanya itu. Ia tidak saja mengabaikan kesehatannya, tetapi ia juga mengabaikan keluarganya, walaupun tujuannya adalah mengumpulkan harta agar bisa diwariskan kepada keluarganya. Tujuannya untuk mengumpulkan harta memang tercapai, tetapi dengan hartanya itu ia tidak mewariskan kebahagiaan bagi istri dan anak-anaknya. Ketiga anaknya memperebutkan harta warisan yang ditinggalkan ayahnya itu. Perebutan harta telah dimulai ketika jenazah ayahnya masih di rumah duka. Ketiga anaknya sibuk berdebat satu dengan yang lainnya soal pembagian warisan, mereka mengabaikan urusan melepas kepergian ayahnya.
Ibunya sangat sedih dan menjadi frustrasi karena ketiga anaknya tidak lagi mau mendengarkannya, lalu meninggal tidak lama kemudian.
Setelah ibunya meninggal, ketiga anaknya itu saling bermusuhan satu dengan yang lainnya.

Kisah di atas, atau yang serupa dengan yang di atas, seringkali kita jumpai dalam kehidupan di dunia ini, bahkan ada terjadi, pembagian warisan dilakukan ketika ayahnya masih hidup dan anak-anaknya membiarkan ayahnya hidup di panti jompo. Sang ayah lalai mengumpulkan “harta surgawi” sehingga harta ini tidak diwariskan kepada anak-anaknya. Ia menempatkan harta duniawi sebagai prioritas, sehingga ia dan anak-anaknya tidak menyadari bahwa mereka telah menjadi budak dari harta duniawi itu. Sebagai seorang budak, mereka tidak lagi dapat berdiri tegak, melainkan membungkuk-bungkuk di hadapan harta duniawi itu.

Sepanjang hidup saya telah dijajah oleh harta duniawi ini. Ketika masih kanak-kanak, orangtua saya bangkrut, sehingga sehari-harinya mesti bergulat mengupayakan bagaimana agar bisa makan dan bersekolah. Saya melihat ajaib Tuhan terjadi, kami tidak sampai mati kelaparan walaupun hidup serba berkekurangan. Orangtua saya tetap bisa menyekolahkan ke sembilan anaknya sampai semuanya lulus sarjana.      Ada saja jalan Tuhan untuk membantu seperti yang dilakukan-Nya terhadap burung-burung yang tetap bisa hidup meskipun lahan pertanian telah berubah wujud menjadi gedung-gedung tinggi.

Setelah besar pun saya tetap mesti bergulat mengupayakan agar tidak menjadi budak dari harta duniawi, meskipun beberapa kali saya mesti menanggung kewajiban yang besar akibat perbuatan orang lain. Saya bersyukur karena saya tidak diberi kesempatan untuk menjadi budak dari harta duniawi itu, karena hasrat hidup mewah masih kental di dalam diri saya. Jika kesempatan itu datang, bisa-bisa saya akan mengabdi kepadanya dan meninggalkan Tuhan. Orangtua saya memang tidak mewariskan harta duniawi kepada saya, tetapi mereka telah mewariskan harta surgawi kepada saya. Harta itu pulalah yang akan saya wariskan kepada anak-anak saya. (Sandy Kurnia)

================================================================================================
Bacaan Injil, Mat 6:19-23
“Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya.
Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada. Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.

Leave a Reply

Required fields are marked *.