Fiat Voluntas Tua

Kompas Kehidupan

| 0 comments

Akulah jalan dan kebenaran dan hidup

Dahulu saya seringkali stress kalau mesti mencari alamat rumah seseorang, apalagi kalau lokasinya di daerah yang tidak saya kenal dengan baik. Saya membutuhkan peta dan kompas sebagai petunjuk jalan, saya tidak mau tersesat atau terlambat tiba karena mencari-cari jalan menuju ke alamat tujuan. Seringkali pula saya mendapat petunjuk yang tidak jelas dari orang-orang di pinggir jalan, dan terkadang malah menyesatkan.
Saya sangat bersyukur sekarang telah ada Google Maps yang bisa saya dapatkan dengan gratis dan tersedia 24 jam se hari itu. Google Maps telah menyelamatkan saya dari kesulitan yang membuat saya stress itu. Dan yang penting, saya percaya akan petunjuk arah ini, apalagi setelah beberapa kali berpengalaman menggunakannya dan terbukti membantu. Informasi yang disediakan akurat dan up-to-date.

Dalam kehidupan rohani, saya mengalami hal yang serupa. Hampir setengah abad hidup saya lewati tanpa menggunakan petunjuk jalan yang layak menuju tujuan hidup rohani saya.  Saya tidak bisa menggunakan Google Maps untuk keperluan ini, tetapi penggantinya bisa saya dapatkan pada Injil Yohanes, petunjuk arah menuju keselamatan diri.Petunjuknya ternyata sama mudahnya seperti menggunakan Google Maps, sama-sama akurat dan up-to-date.
Iman, seperti sebuah kompas yang memberi petunjuk arah, telah membuat saya bisa menghemat waktu perjalanan rohani saya, waktu yang tersisa pun memang tidak lagi banyak. Iman, sebagai mata ketiga yang dapat digunakan untuk melihat hal-hal yang tak terlihat oleh kedua mata lainnya.   Iman adalah mata hati.
Yang membuat saya takjub, ternyata mata ketiga ini mesti digunakan bergantian dengan kedua mata fisik itu. Ketika saya menggunakan kedua mata fisik itu, maka mata hati menjadi sulit digunakan. Agar mata hati bisa berfungsi dengan lebih baik,  sebaiknya kita menutup kedua mata fisik itu. Rupanya inilah alasannya mengapa sebaiknya kita memejamkan mata saat berdoa. Memejamkan mata fisik tetapi mata hati tidak terbuka adalah sia-sia, karena bisa jadi kita akan larut dalam lamunan, bisa-bisa jadi tertidur.

Saya berkeyakinan bahwa saya sangat mengenal istri dan anak-anak saya. Dalam keseharian saya berinteraksi dengan mereka, tentu saya merasa lebih mengenal mereka dibandingkan orang lain. Ketika saya menutup kedua mata fisik saya, lalu menggunakan mata hati saya untuk melihat istri dan anak-anak saya, mengejutkan, ternyata ada banyak hal yang sebelumnya tidak saya ketahui, ternyata saya tidak banyak mengenal mereka.

Ketika saya memejamkan mata fisik saya, saya membayangkan wajah dan perilaku mereka, membayangkan interaksi di hari kemarin, mencoba untuk menyelami kesusahan-kesusahan mereka seolah-olah saya sendiri yang mengalaminya, lalu membawanya dalam doa saya. Cukup sering pula yang lakukan itu untuk saudara dan kerabat dekat saya. Saya tidak menyadari bahwa yang saya lakukan itu sama seperti saya mengasah mata hati saya, semakin lama menjadi semakin tajam. Rupanya ini yang dimaksud sebagai “upah” karena bekerja di ladang Tuhan. Tetapi saya harus jujur, seringkali itu saya lakukan sambil tetap berbaring di tempat tidur ketika terbangun di pagi hari, tentu suatu sikap yang tak pantas, berdoa sambil tiduran.

Setelah bertahun-tahun berlalu, saya mulai bisa menggunakan mata ketiga saya itu. Ketika saya berjumpa seseorang untuk pertama kalinya, atau ketika saya menghadapi suatu situasi khusus atau suatu kejadian di luar batas normal, mata fisik saya tetap terbuka tapi tidak saya gunakan karena sesaat saya menggunakan mata ketiga saya untuk melihat yang tak terlihat oleh kedua mata fisik itu. Saya melakukan itu hanya untuk hal-hal khusus saja, kalau sering-sering melakukannya maka akan menjadi refleks sehingga tidak bisa dikendalikan lagi.
Selain itu, hal-hal yang sarat dengan konfidensialitas itu tidak ada manfaatnya bagi saya, apalagi di tingkat misteri, bisa-bisa membahayakan saya karena saya masih sangat tergantung dengan kedagingan saya.

Mungkin benar bahwa Tuhan memberi karunia yang berbeda-beda, ada yang menerima karunia “untuk melihat”, tetapi juga tak terbantahkan bahwa setiap orang dibekali mata ketiga sejak dilahirkan, yang membedakannya hanya masalah ketajamannya saja. Setumpul-tumpulnya pisau, kalau rajin-rajin diasah, akan tajam juga. Ketajaman mata hati bisa ditaksir melalui apa yang ditulis pada bacaan hari ini, “apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.” Se berapa yakin kita akan pernyataan dan janji Yesus ini, se tajam itu pula mata hati kita. (Sandy Kusuma)

==============================================================================================

Bacaan Injil, Yoh 14:6-14
Kata Yesus kepadanya: “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.
Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.”
Kata Filipus kepada-Nya: “Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.”
Kata Yesus kepadanya: “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya.
Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-pekerjaan itu sendiri. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak.  Jika kamu meminta sesuatu kepada-Ku dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.