Fiat Voluntas Tua

Ku Mau Yang Kau Mau

| 1 Comment

Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota.

Menjadi tua itu sudah pasti, menjadi dewasa adalah pilihan. Tanpa melakukan apa-apa usia kita sudah pasti bertambah dari hari ke hari, bulan ke bulan sampai akhirnya baru tersadar…. lho kok ternyata anak-anak sudah besar-besar ya? Sementara kalau saya perhatikan anak saya yang masih kelas 1 SMP rasanya was-was juga dihati saat menginjinkannya pergi; kok sudah berani ikut camping diluar kota,  katanya belajar jauh sejenak dari ‘rumah’ yang nyaman. Sementara teman-teman seusianya menolak untuk ikut camping mewakili sekolahnya. Disisi lain ada juga seseorang yang usianya sudah kepala 4 tetapi kelakuannya seperti bujangan yang tidak punya tanggung-jawab terhadap anak-istrinya alias kekanak-kanakan. Maunya diladeni terus, semua harus ada.  Ya seperti itulah… menjadi tua itu sudah pasti, tetapi menjadi dewasa adalah keberanian mengambil keputusan termasuk bersedia menerima resikonya. Mudah? Kenyataannya tidak setiap orang siap menghadapi resiko terburuk.

Demikian juga dengan mengikuti kehendak Tuhan, kita sering kali berdoa dengan berkata  dan mengutip doa Bapa Kami – Ya Tuhan, jadilah kehendakMu – Fiat Voluntas Tua. Kita menyerahkan apa yang akan terjadi dengan penuh kepercayaan bahwa Tuhan pasti memberikan yang terbaik. Betul meminta yang terbaik menurut Tuhan,  walaupun yang kita alami itu belum tentu baik menurut pandangan kita. Ku mau yang Kau mau, kita ikuti apa yang Tuhan inginkan kita lakukan. Tapi sering kali kita tidak mempersiapkan diri dengan berbagai kemungkinan, justru sibuk dengan rencana yang telah kita buat sendiri  – pokoknya yang nyaman untuk kita.

Kisah Injil hari ini seperti sebuah anomali, apa salahnya dengan Yesus menyembuhkan orang kusta? Tidak ada yang salah, itu hak Yesus untuk menyembuhkan siapapun yang Ia mau. Tetapi kali ini Ia memberikan peringatan keras “Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka.”  Bukankah perintah yang sama Ia sampaikan ke orang kusta lainnya? Memang benar, tetapi ya itu tadi, banyak orang kusta yang disembuhkan tidak ‘menurut’ perintah Yesus. Mereka begitu bahagianya disembuhkan (setelah bertahun-tahun dikucilkan) sehingga langsung mblandang ke kota berteriak-teriak pada setiap orang bahwa ia sudah sembuh. Naaah… gegerlah seluruh kota, dan akibatnya Yesus harus merubah rencana perjalananNya.

Aturan Yahudi saat itu jelas sekali, seseorang baru dapat dinyatakan kusta dan tidak layak mengikuti ibadah hanya sah bila dinyatakan oleh imam di Bait Allah. Saat itu memang tidak ada dokter, dan aturan Yahudi melarang mereka yang kusta untuk beribadah. Haram hukumnya. Begitu dinyatakan kusta oleh imam maka ia harus dibuang dan disingkirkan terlebih dahulu. Nanti kalau sudah sembuhpun, mereka harus memeriksakan diri ke Imam untuk dapat memberikan ‘sertifikat halal’ kembali untuk beribadah. Penerimaan mereka kembali dalam komunitas perlu disertai ucapan syukur dan persembahan kepada Tuhan.

Begitu aturan ini dilanggar maka terjadilah salah kaprah dan keributan pastinya. Orang banyak bisa jadi tidak percaya pada ‘pengakuan’ si mantan orang kusta, lha wong tidak ada laporan dan pernyataan dari imam bahwa ia sudah sembuh. Ia juga dianggap tidak tahu ‘terima kasih’ karena tidak mempersembahkan syukur atas kesembuhannya di Bait Allah. Akhirnya kesembuhan yang diterima bisa jadi diragukan, iapun belum tentu bisa diterima beribadah di Bait Allah karenanya.

Hal serupa juga sering dialami oleh mereka yang ‘bertobat’ dari kelakuannya. Karena begitu menggebu-gebu sering ‘mblandang’ pengen bersaksi kemana-mana. Dimana ada perkumpulan orang banyak, pasti minta kesempatan untuk mengisahkan ‘pertobatannya’. Sebenarnya yang ia cari apa sih? Mencari kebenaran dalam Tuhan atau ingin mencari ‘popularitas’? Kalau diperhatikan mereka yang imannya masih seumur jagung, harus perlu didampingi agar bertumbuh dan berakar dengan kuat. Tidak mudah terombang-ambing sehingga harus belajar juga menahan diri untuk tidak menyombongkan diri dengan berkata “Tuhan mengasihi saya, buktinya saya diberkati seperti sekarang’.

Semoga Injil hari ini mengingatkan kita akan segala yang instan itu berbahaya, memang bisa membuat kita ‘mabuk’ kepayang dan kenyang sesaat tetapi kita bisa lupa apa esensi kesembuhan atau pertobatan yang diterima dari Tuhan.  Kita sendiri juga jangan terburu-buru membuat segala yang instan disebarkan kemana-mana, perlu kesabaran dalam mendampingi pertumbuhan iman. Perlu belajar untuk mengakar dengan kuat dan belajar bertumbuh dalam buah-buah Roh.  Rasa syukur dan pertobatan itu berjalan beriringan sehingga kita bisa menjadi pribadi yang penuh sukacita tetapi tetap rendah hati. Maka jangan berharap pertobatan dan kesembuhan yang instan,  Ku Mau yang Ku Mau saja – ini seperti iman yang kekanak-kanakan. Kalau tidak diberi dan dijawab doanya, lantas mutung, marah pada Tuhan. Yesus sudah mengingatkan dan menegur dengan keras, kalau mau bertobat kalau mau sembuh ya harus kembali bersyukur dan beribadah. Berakar dan bertumbuh sampai berbuah dengan setia berdoa, merenungkan Kitab Suci serta berkumpul dalam komunitas yang saling mendoakan dan melayani. Jangan mau yang instan … kalau kita tidak ingin tersandung karenanya.

===============================================================================================

Bacaan Injil Mrk 1:40-45

“Seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus, dan sambil berlutut di hadapan-Nya ia memohon bantuan-Nya, katanya: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” Maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata kepadanya: “Aku mau, jadilah engkau tahir.” Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia menjadi tahir. Segera Ia menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras: “Ingatlah, janganlah engkau memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah untuk pentahiranmu persembahan, yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka.” Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya kemana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Ia tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru”

One Comment

  1. Sebuah penjelasan yang simple dan langsung mengena sasaran, mengenai orang-orang yang permohonannya dikabulkan Tuhan, langsung jadi selebritis dadakan di lingkungan dan gereja. Tapi saat doanya tidak / belum terkabul, kembali nyilem lagi.

Leave a Reply

Required fields are marked *.