Fiat Voluntas Tua

The Show Must Go On

| 0 comments

“Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu!”

Life must go on while the show must go on as well. Dalam hitungan 2x 24 jam negara ini begitu rentan dengan bencana. Sepulang saya menyelesaikan tugas di kantor saya dapat kabar anak-anak saya terjebak macet dari sekolah. Bimo yang tidak kuliah menjemput adiknya jam 4 sore ditengah guyuran hujan deras. Baju mereka basah dan mobilpun terjebak macet disekitar sekolah karena genangan air dimana-mana. Akhirnya mereka ‘mengungsi’ sementara di pastoran sambil menunggu traffic agak reda. Apa yang terjadi? Ternyata semakin malam kemacetan justru semakin parah dengan bertambahnya jumlah karyawan yang pulang kantor. Jarak dari pastoran ke rumah yang biasanya hanya 20 menit bisa menjadi 3 jam. Jalan-jalan besar di Jakarta sudah mendadak menjadi ‘kali’ yang airnya deras mengalir. Semenjak sore berbagai foto keadaan genangan air (kata gubernur bukan ‘banjir’) bergantian dikirim kawan-kawan  via BB dari seantero Jakarta. Jalan tol KM 8 kearah BSD berubah menjadi ‘kali’, kolong dibawah jembatan layang cawangpun mendadak jadi sungai yang tak terseberangi sepeda motor.Sejak saat itu berbagai foto profil gubernurpun bermunculan dengan berbagai versi di FB dan BB menunjukkan betapa kecewanya warga masyarakat akibat lumpuhnya Jakarta malam itu.

Akhirnya jam 23 sampailah kami sekeluarga dengan selamat, itupun harus menyeberang ‘kali’ untuk bisa tiba di rumah. Berita pertama yang didengar adalah gempa dan tsunami di Mentawai … duuh.. Mentawai memang wilayah rawan gempa tingkat I, sudah berkali-kali terkena gempa tektonik dalam beberapa tahun terakhir ini. Karena posisi geografisnya yang menghadap laut lepas, maka potensi tsunami adalah wajar. Dibalik keindahan alam lautnya yang menggoda para surfer dunia berselancar, tersimpan bahaya bencana mengancam warganya. Sampai pagi ini korban tewas di atas 120 orang, dan masih sekitar 500 orang hilang serta ribuan pengungsi yang sulit dikontak karena saluran komunikasi juga terganggu.Apapun kondisi alamnya yang cantik tapi berbahaya, para pengungsi akan tetap bertahan  tinggal disana  karena “Life must go on”.

Belajar dari kejadian malam sebelumnya, mau tidak mau hari selasa saya harus berangkat jam 6 pagi untuk memimpin workshop di Duri Kosambi. Harusnya perjalanan cukup ditempuh dalam 40 menit, tapi kali ini saya berangkat lebih pagi. Well, sekali lagi saya harus menembus ‘kali’ terlebih dulu – apapun dilakukan karena “The show must go on”. Inilah konsekwensi tugas yang sudah diterima, harus dicari jalan bagaimana dapat menyelesaikannya dengan baik. Jam 8 kurang 10 menit akhirnya sudah siap berdiri didepan kelas, tentu tidak dengan celana pendek dan selop plastiknya lah.

Saat saya berada ditengah workshop, meletuslah gunung Merapi di sore hari disertai awan panasnya. Puluhan sudah korban jiwa melayang akibat terjangan awan panasnya, ribuan lainnya mengungsi di desa sekitar sampai ke Jogya. Sambil merenung membayangkan kisruhnya para pengungsi disana, saya teringat pembicaraan ringan saya dengan ibu Ciptaning Ketua Yayasan Sayap Ibu yang duduk bersanding di pesawat menuju Jogya minggu lalu. Diusianya menjelang 80 tahun tinggal di Sleman, beliau tinggal bersama puluhan anak-anak cacad ganda yang menjadi tanggung-jawab mereka. Semoga anak-anak  bersama seluruh pengurusnya tidak terganggu dengan taburan abu yang pastinya bisa sampai ketempat tinggal mereka. Saya sampaikan rasa salut dan hormat kepada beliau yang diusianya yang sangat lanjut masih begitu energik mengurus yayasan dan mengayomi anak-anak cacad ganda ditengah segala keterbatasan. The show must go-on -  and the unfortunate-kids’ life must go on as well !

Dalam waktu 2 x 24 jam, berbagai musibah hadir diantara kita. Walaupun hanya terjebak macet berjam-jam karena genangan air di Jakarta, penderitaan kita tidak seberapa dibanding saudara-saudara kita yang menjadi pengungsi. Kita tidak bisa menutup mata dan telinga dengan berbagai jeritan dan tangis ketakutan anak-anak dan para lansia yang jauh di mentawai dan  di sleman. Semoga mata hati kita tidak tertutup dan  berhenti dengan mendoakan mereka.  Marilah kita lakukan gerakan kepedulian untuk mencari tahu apa dan bagaimana yang bisa kita lakukan dalam meringankan kesusahan saudara-saudari kita ditengah musibah bencana ini. Bukan apa yang penting yang kita ucapkan, tetapi apa yang kita lakukan bagi mereka yang sedang menderita. Apakah kita melihat kehadiran Tuhan disekeliling kita? Gerakan lima roti dan dua ikan bisa menimbulkan mujizat karena ada seorang anak yang memulai menyerahkan apa yang ada padanya – walaupun his life must go on… so as others !

Alam yang kita terima di bumi Indonesia sekali lagi penuh dengan kekayaan laut dan tanah yang subur akibat gunung berapi. Bahaya gempa tektonik dan gempa vulkanik adalah ‘bonus’ berkah yang tersembuni. Maka kesadaran akan bahaya gempa dan tsunami disekitar kita harus terus ditingkatkan. Ada wilayah serta zona yang harus bebas dari pemukiman manusia untuk menghindari jatuhnya korban jiwa dikemudian hari. Ini semua membutuhkan kebijakan dan penegakan aturan-aturan yang harus didukung oleh semua pihak, bukan hanya muspida setempat tetapi juga proses pendidikan masyarakat agar semakin sadar bencana.

Banjir dan genangan air di Jakarta bukan hanya karena curah hujan, tetapi ada faktor manusianya juga ya pejabat ya rakyat Jakartapun punya andil didalamnya. Bahaya gempa tektonik, tsunami serta gempa vulkanik sudah bisa diprediksi, tapi terkadang rakyat juga menganggap kurang serius padahal semua menyangkut keselamatan jiwa mereka juga. Marilah kita bertanggung-jawab kepada keselamatan diri kita masing-masing, sambil juga membantu mengingatkan kehidupan orang lain disekitar kita. Kita juga bertanggung-jawab atas alam ciptaan yang telah diberikan Tuhan kepada kita, bagaimana kita memeliharanya dan hidup berdamai dengan alam. Pendidikan akan sadar bencana serta kepedulian masyarakat harus menjadi tanggungjawab bersama.

Life must go on but the show must go on as well… tugas kitapun harus diselesaikan. Semua membutuhkan perjuangan berat, seperti masuk ke pintu yang sempit terutama melawan raksasa terbesar bernama egoisme pribadi.

===============================================================================================
Bacaan Injil Luk 13:22-30
“Kemudian Yesus berjalan keliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa sambil mengajar dan meneruskan perjalanan-Nya ke Yerusalem.  Dan ada seorang yang berkata kepada-Nya: “Tuhan, sedikit sajakah orang yang diselamatkan?”  Jawab Yesus kepada orang-orang di situ: “Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.  Jika tuan rumah telah bangkit dan telah menutup pintu, kamu akan berdiri di luar dan mengetok-ngetok pintu sambil berkata: Tuan, bukakanlah kami pintu! dan Ia akan menjawab dan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang.  Maka kamu akan berkata: Kami telah makan dan minum di hadapan-Mu dan Engkau telah mengajar di jalan-jalan kota kami.  Tetapi Ia akan berkata kepadamu: Aku tidak tahu dari mana kamu datang, enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu sekalian yang melakukan kejahatan!  Di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi, apabila kamu akan melihat Abraham dan Ishak dan Yakub dan semua nabi di dalam Kerajaan Allah, tetapi kamu sendiri dicampakkan ke luar.  Dan orang akan datang dari Timur dan Barat dan dari Utara dan Selatan dan mereka akan duduk makan di dalam Kerajaan Allah.  Dan sesungguhnya ada orang yang terakhir yang akan menjadi orang yang terdahulu dan ada orang yang terdahulu yang akan menjadi orang yang terakhir.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.