Fiat Voluntas Tua

Domba Ditengah Serigala (2)

| 0 comments

“Sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”

Hari ini kita memperingati pesta St Lukas, yang menuliskan Injil Lukas dan Kisah Para rasul. Ia mengisahkan perjalanan hidup Yesus yang dimulai dari kemiskinan di Bethlehem sampai kemuliaan di Jerusalem. Dimulai dari kawanan kecil keluarga Nazaret menjadi gereja perdana yang akhirnya sampai terpencar ke seluruh penjuru dunia. St Lukas menunjukkan bahwa untuk menjadi pengikut Kristus, kita harus siap menyerahkan diri secara total meninggalkan semuanya untuk memiskinkan diri. Dengan menjadi miskin kita bisa dengan rendah hati dan meninggalkan ketakutan kita untuk mau diubahkan menjadi serupa dengan Yesus.

Lima  tahun lalu saya menghadapi keraguan besar saat mengambil keputusan masuk ke dunia politik. Selain minimnya pengetahuan dan tidak ada sanak keluarga yang politikus, sebagai perempuan jawa apalagi katolik, saya termasuk ‘hewan’ langka di dunia asing ini. Namun perjalanan  pelayanan serta aksi-sosial ke berbagai pelosok daerah di Indonesia membuat hati saya teriris melihat ketidak-adilan, kemiskinan dan semakin besarnya jurang antara kehidupan kota dan di daerah terpencil. Berdoa dan berpuasa bagi bangsa dan negara menjadi bagian dari ‘to-do list’ saya. Sampai suatu saat sebaris sabda Tuhan rasanya menampar saya dalam Yes 6:8 “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Beranikah saya menjawab seperti nabi Yesaya: “Ini aku, utuslah aku!”.

Setiap kesempatan yang menyenangkan bagi kita sudah pasti tidak akan disi-siakan. Kalau ada  teman bertanya siapa mau ikut makan-makan, pasti banyak yang mau ikut. Tapi kalau ditanya siapa yang mau bertanggungjawab memberi makan, pasti tidak ada yang angkat tangan.  Maka pertanyaan di atas tidak mudah dijawab saat kita berdoa bagi bangsa dan negara bila Tuhan kembali bertanya ” Ok Aku jawab doamu, tapi siapa yang Ku utus?” Yang sudah-sudah, kita akan menjawab ” Ini aku Tuhan, utuslah dia!” sambil menunjuk orang lain yang kita rasa lebih mampu atau berbagai alasan masih banyak cara lain mengabdi pada bangsa dan negara.  Lebih banyak yang lebih siap dengan litani alasan-alasan untuk menolak.Not me, not this time.

Setelah melalui doa dan puasa, bacaan hari inilah yang meneguhkan saya  untuk berani menjawab seperti Yesaya “Here I am Lord !”. Saat itu dengan disertai restu dari dua laki-laki yang terpenting dalam hidup saya, suami dan bapak ( ibu sudah almarhum  ),  saya  nekad melangkah mempersiapkan semuanya sendiri. Tidak kenal seorangpun di kepengurusan partai, melangkah sendiri ke sekretariat partai dan nongol di KPUD untuk menyerahkan seluruh berkas saya. Saya terdaftar sebagai caleg suatu parpol dengan no 13, nomor sial kata orang dan nomor buntut karena saya orang terakhir yang mendaftar. Hasilnya? Saya memang tidak dapat apa-apa, tapi nomor urut 1 di dapil saya berhasil duduk di DPRD DKI.Lumayan bisa ikut menyumbang suara bagi satu kursi kan? Not bad.

Pengalaman berikutnya tidak lebih mudah, saya maju lagi bertempur di dapil yang jauh dari rumah. Masih sebagai caleg , tapi kali ini bertarung di tingkat DPR RI dengan bendera lain, tidak kenal siapa-siapa persis seperti domba ditengah serigala yang siap memangsa saya setiap saat. Jatuh-bangun sudah pasti.  Sekali lagi saya juga tidak mendapat apa-apa, tetapi lumayan lagi karena bisa membantu menggolkan 4 kursi di DPRD kabupaten. Not bad at all ! Bagi saya pribadi kejadian-kejadian ini bukan suatu kegagalan, justru pengalaman tersebut membawa saya pada titik ini masuk ke dunia baru yang asing, gelap dan menakutkan. Kalau menengok perjalanan lima tahun ini, saya memandangnya sebagai  perjalanan iman dimana saya digiring seperti domba masuk dunia politik yang penuh serigala. Ketemu domba berbulu serigala dan banyak juga serigala berbulu domba. Tidak kenal umur, tidak kenal gender, tidak ada kawan, tidak ada lawan,  kata orang yang ada  kepentingan -  tapi untuk saya inilah kesempatan dimana  kepentingan nama Tuhan dimuliakan. Sejak saat itu saya dituntut untuk terus menerus mengasah diri dan batin, mengamati, membaca, mempelajari dan menganalisa segala sesuatu. Belajar adalah kata yang tidak pernah hilang bagi saya, termasuk belajar punya hati karet yang tahan banting.

Kalau saya masih bertahan saat ini di dunia yang kata orang kotor dan menjijikan, itu bukan karena kemampuan dan kekuatan saya. Injil Lukas hari ini telah mengingatkan perjalanan iman saya lima tahun lalu, bagaimana takut dan gemetarnya saya masuk dunia ‘asing dan gelap’ ini. Saya bisa membayangkan takutnya para murid disuruh pergi masuk desa dan bersiap-siap bertemu dan diserang para ahli Taurat dan orang Farisi. Mungkin seperti itulah takutnya saya, rasanya tidak berdaya dan berat untuk melangkah. But one thing I know, Sang Gembala ada menemani dibelakangku. Ia mengutus para murid berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kalau saya bertahan pada rasa takut saya, maka saya tidak akan berani melangkah dan tidak akan sampai di titik dimana saya berdiri sekarang.

Sekarang saya bisa tersenyum mengenang kejadian lima tahun lalu, walaupun perjalanan masih panjang dan tanggung-jawab bertambah berat sebagai pengurus partai di tingkat pusat… but God is soooo good. Tuhan mempertemukan saya dengan banyak teman-teman baru yang memiliki visi yang sama bagi bangsa ini. Banyak orang menjadi miskin karena sistem yang hidup dalam masyarakat. Maka masuk kedalam dunia politik adalah salah satu cara untuk menjangkau mereka yang tersisihkan dan merubah sistem yang mengatur kehidupan bermasyarakat agar bersifat adil bagi banyak orang. Perjalanan dan perjuangan bangsa ini masih panjang, tapi saya tahu Sang Gembala Agung masih bersama saya  dan  saya tidak akan ditinggalkanNya sendiri.

He is my Shepperd. Tuhanlah Gembalaku, tak kan kekurangan aku.

==============================================================================================

Bacaan Injil Luk 10:1-9
“Kemudian dari pada itu Tuhan menunjuk tujuh puluh murid yang lain, lalu mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya. Kata-Nya kepada mereka: “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada Tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu. Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala. Janganlah membawa pundi-pundi atau bekal atau kasut, dan janganlah memberi salam kepada siapa pun selama dalam perjalanan. Kalau kamu memasuki suatu rumah, katakanlah lebih dahulu: Damai sejahtera bagi rumah ini. Dan jikalau di situ ada orang yang layak menerima damai sejahtera, maka salammu itu akan tinggal atasnya. Tetapi jika tidak, salammu itu kembali kepadamu. Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya. Janganlah berpindah-pindah rumah. Dan jikalau kamu masuk ke dalam sebuah kota dan kamu diterima di situ, makanlah apa yang dihidangkan kepadamu, dan sembuhkanlah orang-orang sakit yang ada di situ dan katakanlah kepada mereka: Kerajaan Allah sudah dekat padamu.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.