Fiat Voluntas Tua

Menjadi Nabi di Lingkungan Sendiri

| 0 comments

Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.

Dalam percakapan ketika olah raga jalan pagi bersama Aryani, terlihat sekeliling komplek perumahan kami tinggal, mulai berantakan dan kurang terurus dengan baik, terutama soal kebersihan dan kedisplinan dalam menjaga lingkungan, dari tahun ke tahun yang seharusnya semakin baik, tetapi yang terjadi sebaliknya.

Semua orang jalan sendiri-sendiri, tanpa peduli akan sesama, apalagi soal lingkungan, sebenarnya ini hanya soal sederhana, tetapi jika mau menang sendiri dan tidak peduli, maka yang terjadi adalah kekacauan yang semakin bertambah dan tidak ada usaha untuk membenahi dari masing-masing pihak yang berwenang, seolah-olah lepas tangan semua.

Ini adalah soal sederhana dalam sebuah lingkungan tinggal yang kecil yang seharusnya bisa ditangani dengan baik dari sejak awal, tetapi karena pembiaran dan tidak ada yang peduli, hanya mengharapkan kesadaran pribadi, maka semuanya menjadi tidak sederhana. Jadi dapat dibayangkan kalau negara sebesar Indonesia ini menjadi kacau dan semakin berantakan, karena tiada diantara kita yang berani menjadi nabi, karena makin banyak orang yang mudah marah ketika diingatkan, seperti yang terjadi di mall kelas atas yang sudah menerapkan larangan merokok, dimana seorang pengacara kondang yang sedang merokok ditegur oleh satpam, menjadi murka dan memaki-maki satpam tersebut karena merasa terhina.

Saya sendiri beberapa kali harus menghadapi pandangan sengit dari orang yang ditegur, kata-kata yang tidak enak didengar, bahkan harus mengurut dada ketika melihat teman atau orang kita kenal yang melakukan itu, semakin membuat frustasi untuk menjadi nabi, kecuali di rumah sendiri. Padahal sungguh disadari jika kita semua menjaga kedisiplinan dan kebersihan dalam arti sempit maupun luas, maka kemajuan yang luar biasa akan kita dapatkan, semua orang akan bahagia, kesehatan lingkungan dan kehidupan meningkat, kinerja kerja semakin kompetitif, biaya-biaya yang tidak perlu dapat di alokasi untuk hal-hal yang lebih penting, investasi akan terus bertambah, haruskah kita menunggu Yesus hadir kembali sebagai nabi diantar bangsa ini?

Dalam banyak contoh atau pengalaman melihat negara lain seperti Singapore, Jepang, Eropa dan negara-negara lain yang menjaga etos hidup bersih dan disiplin, sungguh membuat kita kagum dan berdecak lidah, dimana negara-negara tersebut sungguh makmur dan kesejahteraan rakyatnya demikian terjamin, tetapi anehnya itu hanya menjadi kebanggaan dalam cerita, kita terus saja bermimpi dan berkhayal sambil berpangku tangan untuk seperti itu. Maka marilah kita menjadi nabi yang mau menjaga kebersihan dan kedisiplinan tersebut ditanah kelahiran kita, dimulai dari dalam keluarga, tentunya akan dirasakan, betapa luar biasa pengaruhnya. [Samsi Darmawan]

===============================================================================================
Bacaan Injil Lukas 4: 24 – 30

Dan kata-Nya lagi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. Dan Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam  bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon. Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorangpun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada Naaman, orang Siria itu.”
Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu. Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.

Leave a Reply

Required fields are marked *.