Fiat Voluntas Tua

Turun Gunung

| 0 comments

”Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama?”

Saya tidak tahu apakah pengalaman ini ada hubungannya dengan bacaan diatas, karena ingin berbagi cerita akan aktif dan merakyatnya seorang uskup yang saya kenal baik. Usianya sudah tidak lagi muda, lebih dari 60 tahun, tetapi fisiknya demikian baik, masih menyetir sendiri untuk melayani para domba dan juga gembala yang membantunya.

Dia sangat menghargai sesama, tidak terkesan priyayi atau ingin disanjung. Ketika kami tiba di tempat beliau pukul 11:00 malam, ternyata beliau masih menunggui kami dan telah menyiapkan tempat untuk beristirahat serta makan malam, dijelaskan pula bahwa wisma keuskupan tersbeut baru dibangun dan hanya ditempati oleh para pastor, sedangkan dia sendiri tetap memilih tidur di bangunan bekas susteran, agar tidak ada protes atau suara miring, begitu alasannya.

Dia juga masih mampu menyetir sendirian, hingga ratusan kilometer kepedalaman, karena tidak mau tergantung penuh pada supir, bila perlu bergantian dengan supir tersebut, maka tidak heran ketika kami diajak ke suatu daerah dengan tiga mobil, salah satu mobil langsung disupiri oleh beliau sendiri bahkan memimpin perjalanan, mungkin ini bagian dari kepemimpinan.

Yang menjadi kekaguman saya, ketika beliau memimpin misa konselebrasi disebuah paroki terkesan sederhana, ketika selesai umat sepertinya sudah biasa berjumpa beliau dan umat itu sebagian besar dikenal oleh uskup, bahkan kita juga berbincang-bincang dihalaman depan gereja bersama umat yang hilir mudik. Rasanya hal ini tidak pernah saya temui di Jakarta. Mengapa demikian, ternyata uskup tersebut rajin sekali mengunjungi paroki-parokinya, bahkan berdialog langsung dengan umatnya, tidak segan-segan untuk turun tangan mengatasi persoalan umat, sehingga sangat dihormati, seperti kedatangan Anak Manusia yang langsung berjumpa dengan banyak orang yang perlu diselamatkan, padahal wilayah keuskupan tersebut 4 atau 5 kali lebih luas dari Jakarta dan waktu tempuh antar paroki bisa sampai 12 jam.

Beliau sangat mengilhami apa yang dilakukan oleh Yesus dan Yohanes, bahwa sebagai seorang gembala, kita hendaklah mengenali domba-dombanya bukan sebaliknya dan cukup duduk dibalik singgasana keuskupan saja sambil menanti laporan.

Kalau mendengar cerita seputar kehidupan beberapa biarawan dan biarawati di kota metropolitan ini, membuat saya mengajukan pertanyaan yang sama dengan Yesus, ”Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama?”

Walau masih sedikit kehidupan para biarawan dan biarawati ini nyeleneh, tetapi secara kuantitas ada peningkatan, bahkan kasusnya pun semakin beragam, bukankah sudah seharusnya sang pemimpin turun dari tahta untuk bersama-sama mengarungi kehidupan yang semakin kompleks dan hedonis, jika tidak, maka bukan hanya domba yang pergi, tetapi juga para gembala.[Samsi Darmawan]
============================================================================================
Lukas 7:31 – 35

Kata Yesus: “Dengan apakah akan Kuumpamakan orang-orang dari angkatan ini dan dengan apakah mereka itu sama? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan yang saling menyerukan: Kami meniup seruling bagimu, tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka, tetapi kamu tidak menangis. Karena Yohanes Pembaptis datang, ia tidak makan roti dan tidak minum anggur, dan kamu berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan kamu berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya. “

Leave a Reply

Required fields are marked *.