Fiat Voluntas Tua

Fiat Voluntas Tua

| 0 comments

mariaPada musim kemarau seperti sekarang ini, meski juga ada hujan turun tak teratur, pohon-pohon mangga itu berbunga lebat, sampai akhirnya nanti akan berbuah dan masak 3-4 bulan kemudian. Mengapa pohon mangga itu justru berbunga di saat musim kemarau tiba? Begitulah hebatnya Sang Pencipta, membuat akar dan batang pohon mangga itu menyerap air di saat musim hujan sebanyak mungkin, dan akhirnya di saat tidak ada lagi hujan, air dalam batang itulah yang menyegarkan cabang dan ranting-rantingnya untuk melawan panasnya musim kemarau. Air yang menyegarkan itu tinggal sari-sarinya yang diserap dari tanah, akhrinya muncullah bunga-bunga justru pada saat kesulitan air. Bukankah Maria, hidupnya bagaikan pohon mangga itu? Maria sanggup menerima kepercayaan Allah untuk menjadi rahim Yesus di tengah segala kesulitan hidupnya dalam budaya masyarakat Yahudi.

Begitulah Maria, Bunda Allah, dia telah menjadi Bunda Yesus di tengah kesulitan adat istiadat Yahudi, yang selalu memojokkan wanita hamil di luar nikah. Maria mau menanggung resiko setelah memutuskan menerima kabar malaikat Tuhan, Gabriel, “Engkau akan mengandung dari Roh Kudus!” Maria tidak langsung menanggapinya, “Bagaimana aku yang belum kawin, bisa mengandung?” Maria sadar bahwa ia akan kehilangan harga dirinya karena mengandung di luar nikah. Cap masyarakat yang akan diterima “aib selamanya”, bahkan juga kemungkinan hukuman rajam, dengan dilempari batu karena terbukti wanita pendosa! Dalam situasi sulit macam seperti itu, Maria mengambil keputusan, “Aku ini hamba Tuhan! Terjadilah padaku menurut kehendak-Mu! Fiat Voluntas Tua.
Perkataan Maria itu menyembunyikan sikap hidupnya yang luar biasa penuh harapan. Di tengah ancaman “disingkirkan”, kehilangan harga diri, dengan bebas, Maria mengambil keputusan untuk TAAT kepada kehendak Bapa. Meski ia diberi kesempatan bebas untuk tidak menerima, namun Maria taat penuh harapan, karena ia mengenal siapakah Tuhan yang ditaatinya! Dengan mengenal siapakah Tuhan yang telah mengirim kabar akan kehamilannya, Maria tidak menyerah pada keadaan dan penilaian masyarakat, namun Ia berani memutuskan meski dia berada dalam situasi ketidakpastian.

Keputusannya itulah yang menyiratkan relasi intim Maria dengan Allah. Ia mengenal siapakah Allah yang telah mengutus malaikat-Nya, Gabriel untuk memberitakan kabar gembira akan kehamilannya. Maria yang mengenal Allah, dialah yang bergembira, karena  Allah  juruselamat-Nya. Maria tetap bergembira meski ada banyak ancaman masyarakat Yahudi yang akan memojokkan dan menyingkirkanya karena hamil di luar nikah. Kegembiraan itulah yang dibawa saat ia mengunjungi Elisabeth saudaranya. Maria berjumpa & mengunjungi Elisabeth yang sedang mengandung Yohanes. Kegembiraan Maria membuat Yohanes, bayi yang dikandung Elisabeth melonjak kegirangan. Itulah kegembiraan sejati yang dibawa Maria karena relasinya yang akrab dengan Allah.

Apakah kita juga dapat mengalami kegembiraan seperti Maria? Mungkinkah kita bergembira seperti Maria karena mengakui Allah juruselamat kita, kalau kita lebih senang bila ada kepastian fasilitas yang menjaminhidup kita? Betapa kita lebih bahagia bila orang lain berubah karena tuntutan kita, sementara kita tidak mau berubah? Lebih suka kita menonton TV berjam jam, namun lebih suka mempersempit atau menghilangkan waktu untuk berdoa? Lebih suka kita mengontrol orang lain daripada mengontrol diri sendiri. Bahkan kita juga tergoda untuk mengontrol Tuhan untuk selalu memenuhi kebutuhan hidup kita sendiri, tanpa memikirkan kebutuhan orang lain.

Situasi hidup itulah yang mesti diubah agar kita mampu bergembira bersama Maria. Hidup dalam kegembiraan karena Allah Sang Juruselamat, itulah yang membuat Maria pantas diangkat ke surga. Semoga hari ini, menjadi tonggak sejarah kita untuk berani memohon karunia Roh Kudus sehingga kita mampu “bergembira karena Allah juruselamat kita!”

Berkat Tuhan!

/bslametlasmunadipr

Leave a Reply

Required fields are marked *.