Fiat Voluntas Tua

Hari gini, mau jadi pastor? Cape deh…….

| 4 Comments

Hari ini adalah hari Minggu Paskah IV, yang oleh gereja dirayakan sebagai hari Minggu Panggilan sedunia. Pada hari ini, kita semua diajak untuk berdoa mohon panggilan hidup terutama panggilan untuk mengabdikan diri bagi gereja dalam panggilan hidup sebagai Imam, biarawan dan biarawarti. Karena itu, pada hari minggu ini, saya ingin berbicara tentang panggilan.

Saudara dan Saudariku yang terkasih. Menarik kalau kita baca dalam Kitab Suci kisah tentang panggilan para nabi bahwa tidak semua yang orang yang dipanggil Tuhan itu selalu segera menjawab ‘YA’ atau ‘BERSEDIA’ atas panggilan Allah. Mereka selalu saja mencari-cari alasan untuk menolak panggilan Allah.

MUSA Ketika Allah memanggil Musa, dia menolak panggilan itu beberapa kali.

Keluaran 3:9-10: “Sekarang seruan orang Israel telah sampai kepada-Ku; juga telah Kulihat, betapa kerasnya orang Mesir menindas mereka. Jadi sekarang, pergilah, Aku mengutus engkau kepada Firaun untuk membawa umat-Ku, orang Israel, keluar dari Mesir.” Apa jawaban Musa?? “Siapakah aku ini, maka aku yang akan menghadap Firaun dan membawa orang Israel keluar dari Mesir?“

Kel 3:11 Setelah itu ada percakapan yang panjang antara Allah dan Musa. Berulangkali Allah harus meyakinkan Musa bahwa Allah akan selalu bersamanya. Tetapi berulangkali juga Musa selalu punya alasan untuk menolak panggilan Allah itu. Alasan berikut yang diberikan Musa: “Bagaimana jika mereka tidak percaya kepadaku dan tidak mendengarkan perkataanku, melainkan berkata: TUHAN tidak menampakkan diri kepadamu?“

Kel 4: 1 Sekali lagi Allah meyakinkan dia tetapi Musa tetap tidak mau menerima panggilan Allah itu. Dia tidak lagi menemukan alasan lagi selain hanya bisa mengatakan: “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulu pun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mu pun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.“ Kel 4:10. Mengapa Musa selalu menolak panggilan Allah itu? Karena dia tahu bahwa untuk membimbing bangsa Israel keluar dari Mesir itu adalah tugas yang amat sangat berat tetapi akhirnya dia menyerahkan dirinya dan cara berpikirnya kepada Allah yang mengetahui apa yang lebih baik.

YEREMIAH Allah berfirman kepadanya: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.“ Yer 1:5. Apa jawaban Yeremiah?

Pertama-tama dia tidak menanggapi panggilan itu. Dia katakan: “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.“ Yer 1:6. Tetapi setelah pergulatannya itu, dia akhirnya menjawabi panggilan Allah itu. Ada juga tokoh besar lainnya dalam Perjanjian Lama yang tidak ragu-ragu seperti Musa dan Yeremiah. Tetapi segera menjawab panggilan Allah itu dengan iman, misalnya Abraham.

ABRAHAM. Allah memanggil dia dengan bersabda: “Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.“ Kej 12:1-3 Abraham langsung berbuat seperti yang diperintahkan Tuhan kepadanya: “Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya… Kej 12:4.

YESAYA Yesaya melihat kemuliaan Tuhan dan dia mendengar suara yang mengatakan “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Yesaya langsung menjawab: “Ini aku, utuslah aku!“ Keempat tokoh tadi (Musa, Yeremiah, Abraham dan Yesaya menjawab ‘YA’ terhadap panggilan Allah. Musa dan Yeremiah setelah bergulat dengan panggilan itu sendiri sedangkan Abraham dan Yesaya langsung menjawab panggilan Allah itu dengan iman. Dikisahkan juga bahwa tidak semua orang yang dipanggil Tuhan, selalu menjawab YA.

Dalam Markus 10:17-20 dikisahkan ada seorang kaya yang menolak panggilan Tuhan. Dia telah mentaati seluruh perintah Allah sejak masa mudanya dan dia pikir itu sudah cukup. Yesus memandang pemuda itu dan menaruh kasih kepadanya. Yesus memintanya untuk melakukan hal lain yang lebih: “pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” (Markus 10:21) Mendengar perkataan itu, ia menjadi kecewa dan pergi dengan sedih hati, sebab hartanya banyak. (Bdk. Markus 10: 22) Pemuda tadi sebetulnya punya panggilan.

Panggilan untuk mencapai hidup kekal. Dan Allah menghendaki dia mencapai hidup kekal itu dengan cara mengikuti Yesus secara lebih dekat di dunia ini. Tetapi dia menolak karena dia tidak mau menerima tawaran kepada kemungkinan cara hidup yang ditawarkan kepadanya. Dengan menolak tawaran atas panggilan ini sebetulnya dia kehilangan kesempatan untuk mencapai kebahagiaan. Dia pergi dengan sedih.Dia tidak bisa pergi dengan perasaan bahagia karena dia baru saja menolak panggilan Yesu.

Menanggapi panggilan Allah itu adalah sesuatu yang menggembirakan tetapi juga suatu yang menakutkan. Menggembirakan karena Anda dipercayai oleh Tuhan. Menakutkan karena merupakan suatu tantangan. Tugasnya juga tidak ringan.

T I P Menanggapi panggilan Allah memerlukan iman dan keberanian. Tuhan punya rencana yang sungguh mengagumkan kepada setiap kita. Kita hanya minta sedikit rahmat agar bisa menanggapi panggilan Tuhan itu, karena tanpa rahmat Tuhan, kita pun tidak bisa menjawab panggilan tersebut.

Panggilan Samuel Menarik kalau kita melihat secara lebih detail tentang panggilan Samuel. Samuel kecil mendengar suara panggilan Allah. Ia mendengar suara itu sampai tiga kali. Pertama kali ketika mendengar suara itu, dia menyangka bahwa Eli memanggil dia. Dia bangun mendapatkan Eli dan bertanya: “Apakah Bapa memanggil aku?” Hal itu terulang sampai tiga kali. Akhirnya Eli menyadari akan apa yang sedang terjadi. Eli mengatakan: “kembalilah dan jika engkau mendengar suara itu lagi, jawablah dengan mengatakan: ‘Berbicaralah Tuhan sebab hamba-Mu ini mendengarkan’ “Berbicaralah Tuhan, Sebab hamba-Mu ini mendengarkan”. Jawaban ini menunjukkan keterbukaan hati terhadap suara panggilan Allah.

Kisah panggilan Samuel ini membawa 2 pertanyaan besar bagi kita semua untuk direnungkan. Pertama, Apakah Anda percaya bahwa Allah bisa berbicara kepadamu secara pribadi? Kedua, Apakah Anda siap mendengarkan suara panggilan Allah – apakah anda sia mendengarkan apa yang Allah katakan kepadamu? Apakah anda percaya bahwa Allah bisa berbicara kepadamu secara pribadi? Banyak orang mengatakan: ‘Ah…tidak mungkin. Itu hanya ceritera Kitab Suci’ Saya tidak pernah mendengar suara panggilan Allah.

Orang cendrung menempatkan iman pada apa yang bisa ditangkap dengan panca indra dan dimengerti dengan akal budi – sehingga apa yang tidak bisa ditanggkap dengan panca indra dan tak dapat dimengerti dengan akal budi seringkali diabaikan. Padahal Allah itu melampaui daya indra dan akal budi kita. Ingat cara Allah menyapa kita: dorongan kuat yang ada dalam hati,……dll. Untuk membedakan suara panggilan Allah atau tidak, kita butuh ‘discerment’ / pembedaan roh.

Jadi persoalan pertama: Apakah anda percaya bahwa Allah bisa berbicara kepadamu secara pribadi? Jawabannya: BISA. Berkaitan dengan persoalan kedua tadi: Apakah Anda bersedia dipanggil? Dalam kisah Samuel tadi, seandainya Samuel merubah rumusah kata-kata yang dianjurkan kepadanya maka dia akan membentengi diri dan membatasi Allah untuk berkarya melalui dirinya. Dengan demikian Samuel pun tidak akan mampu berbuat banyak bagi umat Israel. Samuel tidak berkata: “Silakan bicara Tuhan, nanti akan saya pertimbangkan” Juga tidak ia katakan: “Silakan bicara saja Tuhan, tetapi saya masih ada urusan sendiri”.

Jawaban yang diberikan Samuel itu tidak bersyarat. Dia hanya mengatakan: “Berbicaralah Tuhan sebab hamba-Mu ini mendengarkan” Karena jawaban yang tidak bersyarat inilah maka Samuel mampu mendengar suara Allah dengan jelas.Jangan takut untuk memohon agar Allah berbicara kepadamu ketika ada peristiwa hidup yang mungkin ‘menggetarkan’ jiwamu.

Oleh P. Tonny Blikon, SS.CC Renungan ini pernah saya bawakan dalam retret panggilan di Batam, tahun 2005.

4 Comments

  1. Amin, Pastor…………………….

  2. saya pernah merasakan hal yang serupa, sebuah panggilan hidup yang hebat. tapi saya sangat terlalu takut untuk mengiyakan, dan sampai sekarang saya masih ragu pada diri saya sendiri. Saya tahu itu hal yang benar dan patut disyukuri, tapi keraguan di diri saya masih terlalu besar. Ragu nanti akan mengkhianati-Nya, ragu nanti akan mempermalukan nama-Nya,dlsb. saya ragu akan diri saya sendiri.

  3. Namanya juga ‘panggilan’, ia tidak akan hilang ditelan kesibukan bahkan oleh waktu. Seperti kata romo Tonny, kita hanya perlu meminta sedikit rahmat Tuhan untuk menanggapinya, karena memang panggilan itu adalah mulia tapi juga menakutkan.
    Kalau boleh saya sarankan anda mengikuti retret panggilan yang umumnya ada disetiap keuskupan tiap tahunnya. Why not try to listen and respond? Why not now? Dia tahu siapa kita kok, seutuhnya selengkapnya termasuk segala kekurangannya. Justru itulah kita masih membutuhkan rahmatNya.

  4. Baiklah gema panggilan diperdengarkan saat usia muda, remaja hingga usia siap berkarya. Lebih muda lebih segar sebab belum banyak gangguan keragu-raguan. Sejauh manakah perhatian pewarta kepada para remaja usia 12-15 tahun? Atau justru perhatian habis terserap kepada remaja menjelang dewasa usia 16->30 tahun? Perlu perhatian khusus dari pembina (orang tua, pembimbing rohani, pendamping bina iman) agar panggilan tumbuh subur dalam diri remaja yang terpanggil. Curhat? Tentu saja! Jalan terus! Doa kami menyertai kalian.

Leave a Reply

Required fields are marked *.