Fiat Voluntas Tua

Kemurahan Hati Allah (Rm Tonny Blikon, SS.CC.)

| 0 comments

Berikut adalah homili dari romo Tonny Blikon, SS.CC .dari paroki St Odilia Citra-raya Tanggerang.

Pengantar

Tema Bulan Kitab Suci tahun ini adalah kemurahan hati Allah. Kita tahu bahwa Allah sangat murah hati kepada setiap orang. Tetapi kadang-kadang kemurahan hati Allah itu membuat kita tidak puas jika kita menyadari bahwa yang menjadi prioritas Allah itu adalah orang lain dan bukannya diri kita.

Allah itu Mahamurah. Setiap tindakan baik kita pasti akan mendapat pahala. Jika Allah nampak bermurah hati lebih kepada orang lain, itu bukanlah urusan kita untuk mempertanyakan mengapa Allah bersikap demikian, tetapi hendaknya kita belajar dari Allah untuk menunjukkan perhatian kepada orang-orang yang lemah dan tak berdaya. Kemurahan hati Allah terhadap mereka hendaknya menjadi inspirasi bagi kita dan bukannya membuat kita iri hati.

Dalam perayaan ekaristi ini kita diajak untuk menghitung berkat Allah yang kita terima. Berkat-Nya selalu lebih banyak daripada yang kita harapkan.

Renungan:

Saudara dan saudariku yang terkasih,  Kemarin dalam perjalanan ke Oasis, saya mendengar radio L-Sinta bicara soal Hot Properti. Hal ini memberikan inspirasi bagi saya untuk untuk mengajak kita semua memahami perumpamaan Yesus dalam bacaan Injil tadi dalam sebuah kita berikut ini. Saya coba menempatkan perumpamaan ini dalam situasi modern.

Di salah satu cluster di wilayah Citra I ada 4 rumah yang mau dijual. Nilai masing-masing rumah itu berbeda. Rumah pertama bernilai 600 juta. Rumah ke-2 bernilai 500 juta. Rumah ke-3 bernilai 400 juta. Dan rumah ke-4 bernilai 300 juta.

Pemilik rumah pertama tadi sebut saja Pak Prapto. Pada suatu hari anaknya bertanya kepada Pak Prapto: ”Papa… kalau ada orang yang mau memberi rumah dengan harga 1M, apakah Papa mau menjual rumah ini” Papa itu menjawab: ”Tentu Papa akan menjualnya”.

Keesokan harinya, tiba-tiba ada yang bertelepon memberitahukan bahwa dia mau membeli rumah itu dengan harga 1M. Pak Prapto bingung tapi juga sangat bahagia. Transaksi segera terjadi. 1 M dibayar kontan. Dua hari kemudian, Pak Prapto tahu bahwa 3 rumah yang lain juga telah terjual kepada pembeli yang sama. Dia bertanya berapa harga belinya? Masing-masing orang menjawab: 1 M. Bagaimana perasaanmu kalau anda adalah orang yang memiliki rumah pertama tadi?

Pak Prapto menjadi marah kepada pembeli itu. Dia segera menelponnya dan mempersoalkan harga ketiga rumah yang lain: ”Kok rumah saya dibeli dengan harga yang sama dengan 3 rumah yang lain, yang nota bene lebih sederhana dari rumah saya?” Penelpon itu menjawab: ”Apakah saya telah menipu Bapak? Bukankah kita telah sepakat soal harnyanya 1 M?  Atau irihati-kah kau karena aku murah hati?

Saudara dan saudariku, Untuk memahami perumpamaan Yesus tadi, kita harus ingat bahwa para pekerja yang masuk kerja jam 5 sore bukanlah orang  malas yang mau menghabis-habiskan waktu. Mereka sebenarnya adalah para pekerja yang sangat membutuhkan pekerjaan.  Kenyataannya bahwa mereka menunggu dengan penuh harapan sampai jam 5 sore. Itu mau menunjukkan bahwa mereka memang sangat membutuhkan pekerjaan.

Pada zaman Yesus, orang bekerja dengan upah harian. Gaji langsung dibayar pada sore. Jika seseorang tidak bekerja hari ini berarti keluarganya tidak punya apa-apa untuk bisa dimakan pada keesokan harinya. Orang yang mendapat kerja pada pagi hari tentu merasa bahagia. Bukan hanya dia tetapi seluruh keluarganya.

Saudara dan saudariku, Mengapa Yesus menceritrakan perumpamaan ini? Apa yang ingin ia sampaikan? Di dalam kenyataan hidup saat itu, siapakah yang dimaksudkan dengan para pekerja yang bekerja dari pagi dan siapakah yang dimaksudkan dengan para pekerja yang masuk terlambat?

Para pekerja yang datang terlambat adalah para pendosa. Mereka yang mendengarkan Yesus dan bertobat. Sedangkan para pekerja yang bekerja mulai dari pagi adalah orang-orang Farisi. Mereka marah karena para pendosa bertobat sehingga masuk Kerajaan Allah dan mendapat ganjaran yang sama sebagaimana mereka pikirkan mereka akan mendapatkannya.

Sikap mereka itu bisa dibayangkan seperti seseorang yang mengkritik Yesus karena Ia mengampuni seorang pendosa di atas kayu salib, dengan berkata: ”Hari ini juga engkau akan berada bersama dengan Aku di dalam firdaus” (Luk 23:43)

Seandainya para pekerja yang masuk lebih awal tidak tahu berapa banyak yang dibayar kepada para pekerja yang masuk kemudian, mungkin mereka akan kembali ke rumah dengan penuh syukur dan sukacita. Tetapi kenyataannya mereka kembali dengan penuh amarah dan irihati.

Saudara dan saudariku, Pertanyaan-pertanyaan yang muncul adalah: mengapa para pekerja yang masuk lebih awal tadi tidak suka atas kebaikan atau nasih baik yang dialami oleh para pekerja yang masuk paling terakhir? Atau kenapa Pak Prapto dalam kisah modern tadi menjadi marah karena nasib baik yang dialami oleh ke-3 tetangganya yang lain itu? Atau lebih umum lagi, mengapa orang jaman ini merasa bahagia atau sedih tergantung pada penilaian mereka apakah hidup mereka lebih baik atau tidak daripada orang-orang yang ada di sekitar mereka?

Yesus menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sama seperti tukang kebun anggur memberikan jawaban kepada para pekerja yang masuk lebih pagi: ”Saudara, apakah aku telah membohongi engkau? Atau irihati-kah kau karena Aku murah hati?

Dalam hidup ini, seringkali kita tidak suka dengan nasib baik yang dialami oleh orang lain karena kita irihati kepada mereka. Yang membuat kita irihati adalah karena kita berpikir bahwa mereka lebih baik daripada kita, bahwa mereka lebih beruntung daripada kita. Mereka lebih berbakat, lebih kaya, lebih cakep, lebih cantik, dll. Singkatnya semua yang ’lebih’ itu ada pada mereka.

Itu pikiran kita. Sayang sekali! Jika kita berpikir demikian maka kita telah melakukan suatu kesalahan: menilai orang lain berdasarkan standar yang sangat duniawi. Bukan standar Allah. Kalau kita menilai mereka berdasarkan ukuran yang diberikan oleh Allah maka kita akan menyadari bahwa kita sama-sama bernasib baik.

Siapa tahu bahwa mungkin dalam rencana Allah, talentamu yang hanya sedikit menurut ukuran duniawi itu justru sangat berharga. St. Paulus berbicara tentang hal ini dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus: ”Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti” (1Kor 1:27-28).
Inilah cara kerja Allah. Berbicara atas nama Allah, nabi Yesaya dalam bacaan I tadi berkata: ”Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu dan jalanmu bukanlah jalan-Ku. Seperti tingginya langit dari bumi, demikian pun jalan-Ku lebih luhur dari jalanmu dan pikiran-Ku lebih mulia dari pikiranmu”.

Jumat kemarin saya beri pengajaran pada kelompok karismatik. Temanya: Firman-Mu adalah pelita bagi langkahku dan terang bagi jalanku” (Mzm 199:105). Saya berikan beberapa ayat penuntun berkaitan dengan masalah-masalah yang seringkali kita alami; salah satunya adalah soal irihati. Jika anda merasa iri hati, renungkan teks-teks berikut ini:

• 1Kor 3:3 “Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi.

•1Kor 13:4 “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong”

•Amsal 14: 30 “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang”

•1Pet 2:1 “Karena itu buanglah segala kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah”.

Saudara dan saudariku, Bacaan injil hari ini mengajak kita untuk berhenti membandingkan diri kita dengan orang lain. Injil mengundang kita untuk menerima diri kita sebagaimana adanya kita. Ia mengajak kita untuk mengikuti nasihat rasul Paulus kepada umat di Galatia: ”Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang lain” (Gal 6:4).

Saudara dan saudariku, hal yang terpenting dalam hidup ini bukanlah apa yang orang lain pikirkan tentang dirimu, tetapi apa yang Allah pikirkan tentang anda. Bukan soal bagaimana orang lain telah menilai saya tetapi tetapi bagaimana Allah menilai hidup saya.

Saudara dan saudariku, iri hati membuat kita buta terhadap kemurahan hati Allah. Sama seperti orang Farisi, merasa dirinya lebih baik dari orang lain, Akhirnya malah tidak pernah mendapatkan mujizat apa-apa bahkan tidak mendapatkan keselamatan karena ‘mengurusi’ dan menghakimi orang lain terus-terusan. Biasanya orang yang tangannya sibuk, mulutnya tidak bekerja; tapi kalau tangannya diam alias menganggur justru mulutnya sibuk. Sibuk ngerasani orang dan sirik pada orang lain.

Penutup:
Amsal 14: 30 “Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang”
Kalau kita memelihara iri hati terus menerus, maka tanpa sadar kita yang tadinya menerima rahmat Allah lebih dulu dari orang lain, pelan tapi pasti justru iman kita pelan-pelan mundur teratur.

Kalau kita menuntut bahwa Allah harus adil seperti apa yang kita pikirkan, maka saya kira kita harus malu. Rom 5:8 ”Allah telah  menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa”. Apakah Allah bersikap adil dalam hal ini? Keadilan menurut pandangan kita? Itu karena kemurahan hati Allah.

Saudara dan saudariku, supaya belajar murah hati kita harus menyingkirkan jauh-jauh  sikap iri hati dan mau berrekonsiliasi paling tidak dengan diri sendiri. Salah satu kemurahan hati Allah bisa dialami dalam sakramen rekonsiliasi. Kita bisa datang kapan saja untuk Sakramen Pengakuan Dosa. Tapi sayang tidak semua orang memanfaatkannya? Berapa sih dari antara kita yang mau mengalami kemurahan hati Allah yang ingin ia tawarkan itu?

Kita harus mengalami kemurahan hati Allah, baru kita bisa bermurah hati. Maka datanglah ke kamar pengakuan untuk mengalami kemurahan hati Allah. Kalau kita merasa ’tidak’ berdosa atau tidak perlu mengakui dosa, justru saat seperti itulah kita mulai menyombong kan diri.

Lantas mana bisa kita bermurah hati? Ini tantangan bagi  kita semua terutama para kelompok ‘suci’ seperti karismatik, Legio Maria, kelompok doa Padre Pio. Kalau tidak, maka kita akan menjadi sama seperti orang-orang Farisi yang iri hati. Kita tidak jauh seperti para pekerja yang masuk lebih pagi, tetapi masih suka iri hati.
“Bila ada yang tersinggung dengan homili ini, berarti rahmat Tuhan sudah menaungi anda, silahkan bertemu dengan saya dalam kamar pengakuan dosa”.

Marilah kita hening sejenak dan berdoa:

Tuhan ajariah saya untuk mengatasi sikap irihati dan dengki terhadap sesama karena nasib baik yang mereka alami.
Singkirkanlah dari dalam hati saya, segala kepahitan yang merasuki hati dan pikiran saya, yang selalu membuat saya irihati atas berkat yang Engkau berikan kepada orang lain; mereka yang seharusnya saya anggap sebagai saudara dan saudariku di dalam Kristus
Bebaskanlah saya dari kebutaan moral akibat irihati yang membuat saya selalu bertanya tentang kebijaksaan dan kebebasan-Mu dalam membagi-bagikan rahmat dan berkat.
Sadarkanlah saya selalu bahwa dalam hal ini Engkaulah yang lebih mengetahui apa yang terbaik. Ajarilah saya untuk mensyukuri segala anugerah dan berkatmu yang telah Engkau curahkan kepada saya.
Ajarilah saya untuk menghitung segala berkat-Mu yang telah saya terima….yang masih saja Kau berikan hari demi hari.
Ajarilah saya untuk menggunakan semua berkat-Mu itu dengan segenap kemampuanku, dengan bijaksana dan kreatif.
Tuhan…Engkaulah sumber segala rahmat. Engkaulah sumber segala berkat. Engkaulah sumber kebahagiaanku. Amen.

====================================================================

Bacaan Mat 20:1-16

20:1 “Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya.
20:2 Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya.
20:3 Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar.
20:4 Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas akan kuberikan kepadamu. Dan mereka pun pergi.
20:5 Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti tadi.
20:6 Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari?
20:7 Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku.
20:8 Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang masuk terdahulu.
20:9 Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima masing-masing satu dinar.
20:10 Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih banyak, tetapi mereka pun menerima masing-masing satu dinar juga.
20:11 Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu,
20:12 katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari.
20:13 Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?
20:14 Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu.
20:15 Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah engkau, karena aku murah hati?
20:16 Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.”

Leave a Reply

Required fields are marked *.