Fiat Voluntas Tua

Diplomasi Meja Makan

| 0 comments

“Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat”

Diplomasi meja makan memang paling sering berhasil dilakukan para diplomat, politisi bahkan para pebisnis sekalipun. Merupakan suatu kehormatan bila seseorang diundang makan bersama. Kadang sekedar mencoba menu baru atau resto baru, hal ini pun sering kami lakukan bersama anak-anak. Waktu anak-anak masih kecil saya sering membuatkan makanan kesukaan mereka. Beruntung juga punya suami yang hobby masak, sehingga kalau kepepet selalu ada saja cara cerdik membuat makanan istimewa. Di saat makan bersama itulah kami membicarakan hal ringan sehari-hari bahkan juga saling meledek satu sama lain sehingga saat makan menjadi saat yang menyenangkan. Maka saya suka heran melihat anak-anak balita yang sulit makan sampai ibu dan mbaknya mencari berbagai cara memaksanya mengajaknya makan. Tidak diusahakan suasana yang menyenangkan saat makan, sehingga anak menjadi trauma di setiap acara makan.

Beberapa keputusan bisnis juga politik dengan mudah bisa selesai lewat diplomasi meja makan. Bahkan saya pernah dapat diskon lumayan besar saat bertemu sang pemilik tempat yang akan kami sewa hanya karena dia merasa ‘sreg’ setelah ngobrol-ngobrol dengan saya dan suami, padahal belum diajak makan lho? Kekuatan dialog, diplomasi ditambah lagi suasana keterbukaan sambil makan memberikan aura tersendiri bagi mereka yang terlibat didalamnya karena ada sentuhan personal didalamnya. Its not always about business, its not always about politic, its about people.

Dalam Injil sering sekali kita menemukan kisah dimana Jesus menghadiri berbagai undangan makan,bahkan sekali waktu Ia sendiri yang ingin datang bertamu dan makan dirumah Zakeus.  Sebagai seorang yang banyak pengikutNya, maka orang-orang yang bisa mengundang Yesus pun merasa terhormat bila ia mau datang. Bahkan zakeus menanggapinya dengan tindakan pertobatan yang nyata, ia mau mengembalikan kerugian akibat tindakannya. Yesus rupanya memiliki keahlian berinteraksi dengan berbagai macam orang sehingga mereka yang terlibat didalamnya sungguh merasa disapa dan dihargai.

Suasana saat makan bersama adalah suasana keterbukaan, saling menerima satu sama lain dan saling membuka diri. Demikianlah yang terjadi dengan seorang wanita pendosa, ia yang merasa begitu hina telah menemukan suatu kedamaian saat mengalami perjumpaan dengan Yesus. Ia yang merasa tidak ada harapan lagi kembali menemukan cita-cita dalam kehidupan barunya. Sehingga rasa syukurnya ia tumpahkan dengan meminyaki kaki Yesus. Tentu wanita ini sudah mengikuti Yesus sekian lama, ia sungguh mempersiapkan perjumpaan berikutnya sebagai ungkapan syukurnya. Tetapi kejadian ini rupanya tidak disambut positif oleh si empunya rumah, orang farisi yang tahu persis siapa wanita ini.

Di saat seperti itu, kadang kita juga mengambil posisi seperti orang farisi. Kita tidak hendak memberi kesempatan seseorang untuk bertobat atau mengalami perjumpaan dengan Yesus dengan cara mereka sendiri. Contoh sederhana saja, saat kita sedang merayakan perjamuan bersama menerima Tubuh Kristus dalam Misa, kita sering tanpa sadar mencermati satu persatu orang yang datang dalam Misa. Bahkan kita secara tidak langsung menghakimi beberapa orang yang menurut kita tidak layak datang ke perjamuan Tuhan. Kita menghakimi seseorang dari apa yang mereka lakukan, padahal Yesus sendiri melihat isi hati setiap orang termasuk wanita pendosa itu dan jugaisi hati kita.

Maka jawaban Yesus , imanmu telah menyelamatkanmu, tidak saja berlaku bagi wanita pendosa itu yang ‘persembahan’nya diterima Yesus, tapi juga secara tidak langsung menempelak sang tuan rumah. Beriman kah dia dengan merasa lebih benar dari perempuan ini? Jangan-jangan si tuan rumah yang menjamu dan menerima Yesus justru kehilangan keselamatannya karena ia terlalu sombong.

Semoga hari ini kita belajar untuk semakin merendahkan hati dan menerima bahkan mengantar siapapun yang ingin mengalami perjumpaan dengan Yesus dalam kehidupannya. Pengalaman iman bersama Yesus justru akan menyelamatkan hidup mereka sendiri, termasuk juga kita sendiri perlu terus menerus mengalami perjumpaan dengan Kristus, Sang Juru Selamat.

====================================================================

Bacaan :Luk 7:36-39.50

“Seorang Farisi mengundang Yesus untuk datang makan di rumahnya. Yesus datang ke rumah orang Farisi itu, lalu duduk makan. Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu. Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: “Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa.”…Yesus berkata kepada perempuan itu: “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!”

Leave a Reply

Required fields are marked *.