Fiat Voluntas Tua

Menjadi Pelayan dan Rasul Yesus Kristus (Bapak Paus Benediktus XVI)

| 0 comments

Pesan Paus Benediktus XVI pada Hari Minggu Misi Sedunia ke-82

Saudara-Saudari Terkasih,

Pada kesempatan Hari Misi Sedunia ini, saya mengajak anda sekalian untuk merenungkan tentang mendesaknya tugas untuk mewartakan Injil pada zaman kita ini. Amanat misi tetap saja menjadi tugas utama bagi semua orang yang dibaptis, yang dipanggil untuk menjadi “pelayan dan rasul Yesus Kristus” di awal milenium ini. Pendahulu saya yang mulia, Hamba Allah Paulus VI, dalam Imbauan Apostolik Evangelii Nuntiandi telah mengatakan: “Mewartakan Injil sesungguhnya merupakan rahmat dan panggilan khas bagi Gereja, identitasnya yang terdalam” (EN, No.14). Sebagai model semangat misi, saya ingin menyebut Santo Paulus secara khusus, Rasul bangsa-bangsa, karena pada tahun ini kita merayakan yubileum khusus yang dipersembahkan kepadanya. Tahun Paulus ini menawarkan kepada kita suatu kesempatan untuk lebih mengenal Rasul yang tersohor ini, yang menerima panggilan untuk mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi, seturut apa yang dikatakan Tuhan kepadanya: “Pergilah, Aku akan mengutus engkau jauh dari sini kepada bangsa-bangsa lain” (Kis 22:21). Bagaimana kita tidak memanfaatkan kesempatan yang ditawarkan oleh yubileum khusus ini kepada Gereja-gereja lokal, komunitas-komunitas Kristiani dan umat beriman masing-masing untuk melakukan pewartaan Injil sampai ke ujung dunia, kekuasaan Allah untuk menyelamatkan setiap orang yang percaya (bdk. Rm 1:16)?

1. Umat Manusia Membutuhkan Pembebasan

Umat manusia membutuhkan pembebasan dan penebusan. Ciptaan itu sendiri – kata Santo Paulus – mengeluh dan berharap bahwa ia akan turut serta dalam kebebasan anak-anak Allah (bdk. Rom 8:19-22). Kata-kata ini masih berlaku dalam dunia dewasa ini. Ciptaan mengeluh. Ciptaan mengeluh dan menantikan pembebasan sejati; ia menantikan dunia lain yang lebih baik; ia menantikan “penebusan”. Dan jauh di dalam hatinya ia tahu bahwa dunia baru yang dinanti-nantikan mengandaikan adanya manusia baru; ia mengandaikan adanya “anak-anak Allah”.

Marilah kita menyelami situasi dunia dewasa ini secara lebih dekat. Sementara, pada satu pihak, keadaan umum internasional memperlihatkan suatu prospek kemajuan besar dalam bidang ekonomi dan sosial yang menjanjikan kesejahteraan, pada pihak lain situasi ini menimbulkan keprihatinan besar terhadap masa depan umat manusia. Kekerasan, dalam berbagai bentuknya, menandai hubungan antara manusia dan masyarakatnya. Kemiskinan dialami oleh jutaan umat manusia. Diskriminasi dan kadang-kadang penganiayaan karena perbedaan ras, budaya dan agama mendorong orang meninggalkan negerinya sendiri untuk menjadi pengungsi dan mencari perlindungan dan rasa aman di tempat lain. Kemajuan teknologi, ketika ia tidak diarahkan kepada peningkatan martabat dan kebaikan manusia atau diarahkan kepada perkembangan yang berdasakan solidaritas, kehilangan kemampuannya sebagai faktor harapan dan sebaliknya berisiko meningkatkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan yang telah terjadi. Tambahan pula, masih saja ada ancaman lain, yaitu terkait dengan hubungan manusia dan lingkungan karena adanya penggunaan sumberdaya yang semena-mena, yang berakibat buruk terhadap kesehatan fisik dan mental umat manusia. Masa depan umat manusia juga terancam oleh pencobaan-pencobaan atas hidupnya, yang muncul dalam berbagai bentuk dan sarana.

Di hadapan skenario ini, “terombang-ambing antara harapan dan kecemasan … dan tertekan oleh kegelisahan” (Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, No. 4), dengan rasa prihatin kita bertanya kepada diri kita sendiri: Apa yang akan terjadi dengan umat manusia dan ciptaannya? Apakah ada harapan akan masa depan, atau apakah ada masa depan untuk umat manusia? Dan seperti apa masa depan itu nantinya? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini menyadarkan kita, orang yang percaya kepada Injil. Kristus adalah masa depan kita, dan seperti saya katakan dalam Ensiklik Spe Salvi, Injil-Nya adalah komunikasi yang “mengubah hidup” yang memberi harapan, membuka pintu zaman kegelapan dan menerangi masa depan umat manusia dan alam semesta (bdk.Spe Salvi, No. 2).

Santo Paulus mengetahui dengan baik sekali bahwa hanya dalam Kristus umat manusia dapat menemukan penebusan dan harapan. Karena itu, ia melihat dengan jelas bahwa misi merupakan suatu tugas yang mendesak dan urgen untuk mewartakan “janji kehidupan dalam Yesus Kristus” (2 Tim 1:1), “harapan kita” (1 Tim 1:1), sehingga semua orang turut menjadi ahli waris dan peserta dalam janji yang diberikan melalui Injil (bdk. Ef 3:6). Ia tahu bahwa tanpa Kristus umat manusia “tanpa pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia” (bdk.Ef 2:12) – “tanpa harapan karena mereka sendiri tanpa Allah” (Spe Salvi No. 3). Sebetulnya, siapapun yang tidak mengenal Allah, sekalipun ia memelihara semua harapan, tetap pada akhirnya tanpa harapan, tanpa harapan besar yang melangsungkan seluruh hidupnya (bdk. Ef 2:12), ( Spe Salvi, No. 27).

2. Misi Adalah Perkara Cinta

Oleh karena itu bagi setiap orang Kristiani, mewartakan Kristus dan pesan keselamatan-Nya merupakan suatu tugas yang mendesak. “Celakalah aku jika aku tidak mewartakan Injil!”(1 Kor 9:16). Dalam perjalanan ke Damaskus ia menerima pewahyuan dan mengetahui bahwa penebusan dan misi adalah karya Allah dan karya cinta-Nya. Cinta Kristus menuntunnya untuk menelusuri jalan-jalan Kekaisaran Roma sebagai seorang pewarta, rasul, pengkotbah dan pengajar Injil dan karena itu ia menyebut dirinya sebagai “utusan yang dipenjarakan” (Ef 6:20). Cinta Ilahi membuatnya menjadi “segalanya bagi semua orang, untuk menyelamatkan beberapa orang dari mereka” (1 Kor 9:22). Dengan melihat pengalaman Santo Paulus ini, kita memahami bahwa kegiatan misioner merupakan jawaban atas cinta yang sudah diberikan Allah kepada kita. Cinta-Nya menyelamatkan kita dan mendorong kita untuk melakukan misi ad gentes (kepada bangsa-bangsa). Ini merupakan kekuatan rohani yang menciptakan harmoni, keadilan, dan persekutuan berkembang di antara pribadi-pribadi, ras dan masyarakat. Hal-hal itulah yang menjadi harapan setiap orang ( Deus Caritas Est, No.12). Allah yang adalah Cinta, menuntun Gereja menuju kepada umat manusia dan memanggil para pewarta Injil untuk minum “dari sumber yang sama, ialah Yesus Kristus, dari hati-Nya yang terbuka mengalir kasih Allah sendiri” (Deus Caritas Est, No. 7). Hanya dari sumber ini, dapat ditimba kelembutan, semangat belarasa, keramahtamahan, ketersediaan, dan perhatian terhadap masalah masyarakat dan juga kebajikan lain yang penting bagi pewarta Injil untuk meninggalkan segala sesuatu dan mengabdikan diri mereka seutuhnya dan tanpa syarat untuk mewartakan kebaikan cinta Kristus di seluruh dunia.

3. Wartakan Injil Selalu

Sementara evangelisasi pertama masih tetap penting dan mendesak di beberapa bagian dunia, dewasa ini kekurangan tenaga imam dan kurangnya panggilan melanda berbagai Keuskupan dan Lembaga Hidup Bakti. Penting sekali untuk ditegaskan kembali bahwa sekalipun menghadapi berbagai kesulitan yang semakin meningkat ini, amanat Kristus untuk mewartakan Injil kepada semua bangsa tetap saja menjadi prioritas. Tak ada alasan untuk membenarkan kelambanan atau stagnasi karena “tugas untuk mewartakan Injil kepada semua bangsa merupakan perutusan hakiki dari Gereja” (Paulus VI, Imbauan Apostolik Evangelii Nuntiandi, No. 14). Ini merupakan suatu “tugas perutusan yang masih saja di tahap awal dan kita harus melibatkan diri kita sendiri dengan sepenuh hati untuk melakukan tugas ini” (Yohanes Paulus II, Ensiklik Redemptoris Missio, No.1). Bagaimana mungkin kita tidak dapat berpikir tentang orang Makedonia yang muncul dalam mimpi Paulus dan berkata, “Apakah kamu bisa datang ke Makedonia dan menolong kami? Dewasa ini masih ada banyak sekali orang yang menantikan pewartaan Injil, mereka yang haus akan harapan dan cinta. Ada banyak orang yang membiarkan dirinya ditanyakan secara mendalam oleh permintaan bantuan yang datang dari umat manusia, yang meninggalkan segala sesuatu demi Kristus dan menyampaikan iman dan cinta akan Kristus kepada umat manusia!

4. Celakalah aku jika aku tidak mewartakan Injil (1 Kor 9:16)

Saudara-saudari terkasih, “Bertolaklah ke tempat yang dalam!” (duc in altum)

Marilah kita rentangkan layar di tengah lautan dunia yang luas, mengikuti undangan Yesus. Kita melemparkan jala kita tanpa rasa takut, penuh percaya kepada bantuan-Nya. Santo Paulus mengingatkan kita bahwa memberitakan Injil bukanlah alasan untuk memegahkan diri (bdk. 1 Kor 9:16), tetapi merupakan suatu tugas dan kegembiraan.

Para Uskup yang terkasih, dengan mengikuti teladan Paulus, banyak orang merasa seperti “dipenjarakan karena Kristus untuk orang-orang yang tidak mengenal Allah” (Ef 3:1), yang mengetahui bahwa kalian dapat mengandalkan kekuatan yang datang kepada kami dari Dia dalam kesulitan dan pencobaan. Seorang uskup ditahbiskan bukan hanya untuk keuskupannya, tetapi demi keselamatan seluruh dunia (bdk. Redemptoris Missio, No. 63). Seperti Rasul Paulus, seorang Uskup dipanggil untuk menjangkau mereka yang jauh dan belum mengenal Kristus atau belum mengalami cinta-Nya yang membebaskan.

Keterlibatan seorang Uskup semestinya membuat seluruh keuskupannya sebagai komunitas misioner dengan memberikan secara sukarela, menurut kemampuannya, untuk mengutus para imam dan awam kepada Gereja lain demi pelayanan pewartaan. Dengan cara ini, misi ad gentes menjadi prinsip yang mempersatukan dan mempertemukan semua kegiatan pastoral dan karya amal.

Saudara-saudara, para imam, yang bekerja sama dengan Para Uskup, jadilah pastor yang berbelas kasih dan pewarta Injil yang bersemangat! Banyak dari antara kalian dalam beberapa dekade yang lalu telah pergi ke tanah misi, dengan mengikuti Ensiklik Fidei Donum yang peringatan kelima puluh tahunnya kita rayakan belum lama ini, dan dengan itu Pendahuluku yang mulia, Hamba Allah Pius XII, memberi dorongan untuk bekerja sama antara Gereja-gereja. Saya percaya bahwa semangat misioner dalam Gereja-gereja lokal tidak akan berkurang, meskipun kekurangan imam yang melanda banyak keuskupan.

Saudara-saudari, para biarawan dan biarawati, yang panggilannya ditandai dengan semangat misioner yang kuat, lakukan pewartaan Injil kepada semua orang, khususnya mereka yang berada di tempat yang jauh, dengan kesaksian yang terus-menerus tentang Kristus dan secara radikal mengikuti nasihat-nasihat Injil-Nya.

Saudara-saudari, kaum awam, kalian yang bekerja dalam berbagai wilayah masyarakat yang beragam, semuanya dipanggil untuk ambil bagian dalam jalan yang semakin penting untuk mewartakan Injil. Suatu areopagus yang kompleks dan yang tampil dalam banyak rupa terbentang luas di hadapan kalian untuk diinjili yakni: dunia. Berilah kesaksian dengan hidupmu bahwa orang-orang Kristiani “merupakan suatu masyarakat baru yang menjadi tujuan dari ziarah bersama dan yang dipersiapkan dalam perjalanan ziarah itu” ( Spe Salvi No. 4).

5. Kesimpulan

Saudara-saudari yang terkasih. Semoga perayaan Hari Misi Sedunia ini mendorong siapapun untuk melakukan pembaruan kesadaran tentang kebutuhan yang mendesak untuk mewartakan Injil. Saya tidak lupa memberikan penghargaan yang mendalam atas bantuan Karya Kepausan terhadap kegiatan pewartaan Gereja. Saya berterima kasih atas dukungan yang mereka berikan kepada semua Komunitas, khususnya, kaum muda. Mereka merupakan alat yang sangat berharga untuk memberi semangat dan membentuk Umat Allah, dari sudut pandang misioner, dan mereka memelihara persekutuan orang-orang dan mengumpulkan barang-barang di antara berbagai bagian Tubuh Mistik Kristus. Semoga pengumpulan derma yang dilakukan di berbagai paroki pada Hari Minggu Misi Sedunia merupakan tanda persekutuan dan saling berbagi di antara Gereja. Akhirnya, doa mesti lebih ditingkatkan dalam kehidupan umat kristiani sebagai sarana spiritual utama untuk mewartakan Injil di antara bangsa-bangsa terang Kristus, “cahaya sejati” yang menerangi “kegelapan sejarah” (Spe Salvi No. 14).

Seraya saya menyerahkan kepada Tuhan karya kerasulan misioner, Gereja-gereja di seluruh dunia dan kaum beriman yang terlibat dalam berbagai kegiatan misioner dan memohon perantaraan Rasul Paulus dan Santa Maria, “Bahtera Perjanjian yang hidup”, Bintang evangelisasi dan harapan, saya memberkati anda sekalian dengan Berkat Apostolik.

Dari Vatikan, 11 Mei 2008

Paus Benediktus XVI

Leave a Reply

Required fields are marked *.